Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Keterampilan Menjahit adalah Harga Diri Seorang Perempuan

15 Januari 2017   10:16 Diperbarui: 15 Januari 2017   14:16 3897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjahit sesungguhnya budaya kaum perempuan Indonesia entah sejak kapan namun jika membaca sejarah sepertinya  RA. Kartini memiliki kegiatan menjahit apalagi Raden Dewi Sartika beliau dengan Sakola Kautamaan Istri juga salah  satu ketrampilan yang diajarkan kepada para muridnya adalah menjahit, Rahmah El Yunusiyyah di Padang – Panjang Sumatera Barat mengajarkan pendidikan tentang menjahit  hingga Ibu Tien Suharto Ibu Negara RI yang kedua seingat penulis pernah menjahit  bahkan Ibu Muslimah dikisahkan dalam  novel Lasykar Pelangi yang ditulis manis oleh Andrea Herata juga  memiliki ketrampilan menjahit.

Mesin Jahit. Marthastewart.com
Mesin Jahit. Marthastewart.com
Penulis menyaksikan adegan menjahit dalam film Lasykar Pelangi dan  di perankan oleh Cut Mini menandakan bahwa kepandai menjahit itu merupakan kemelekatan yang lazim pada masyarakat baik di kota maupun di desa – desa seluruh pelosok Nusantara sehingga ada semacam peribahasa yang turun temurun menyebar dari lisan kelisan (sepertinya viral jika di tatap ke masa kini ) kata mereka bukan perempuan jika tidak pandai menjahit tentu saja  ketika itu salah satu  aib bagi keluarga yang memiliki anak perempuan yang beku tidak mau tertusuk jarum.

Kurikulum Sekolah Pendukung Dan Pertahanan Budaya Menjahit

Masa Sekolah Dasar seingat penulis saat kelas VI (sekitar tahun 1970 – an) pada semester akhir Bapak Guru membagi para siswanya berkelompok masing–masing tiga orang diminta membuat taplak meja ukuran 1.5 x 2 m dengan instruksi awal adalah menjahit dengan jenis jahitan yang disebut jalujur atau jelujur bergantian, kemudian di som hanya dua jenis tusukan  itu saja yang diajarkan pada kami, ketika itu mesin jahit masih merupakan barang mewah tentu saja kami menggunakan jarum tangan karena masih kanak-kanak suatu hal yang tidak menyulitkan memasukkan benang ke lubang jarum yang lumayan halus.

men 'doodle' bahan (pict:dok.pribadi)
men 'doodle' bahan (pict:dok.pribadi)
Jenis jahitan yang bernama jalujur itu adalah jahitan yang jaraknya panjang–panjang berukuran sekitaran 1 – 1.5 atau 2 cm, jika mau mencoba memegang jarum dapat di pastikan semua orang bisalah . . . sedangkan som memang agak sedikit halus dan kudu teliti juga butuh ketrampilan agak khusus baik dalam hal memegang jarum demikianpun mengendalikan benang tidak mudah sering nya saling berbelit kiri kanan dan akhirnya bergulung.

Saat usia penulis  telah menginjak di bangku SMP semua murid perempuan serentang tiga tahun  ada pelajaran Keterampilan Putri programnya menjahit aneka macam–macam tusuk, ada tusuk veston tusuk pagar tusuk ini itu dan sebagainya (sudah #lupa) termasuk memasang kancing. Oiya, menjahit kain strimin dengan media mirip jaring kotak–kotak dari bahan plastik halus dengan jarum ukuran jumbo menggunakan benang wol warna warni.

Pada suatu ketika sekitar tahun 1975 – 1985an jahit strimin begitu tren sehingga di dinding rumah-rumah penduduk dari Barat hingga Timur Pulau Jawa terpampang hiasan jahitan strimin, semakin besar lebar dan indah harmonisasi benang wol maka serasa semakin wach dan  keren sebagai pemilik rumah dengan hiasan jahitan strimin terbesar dan terindah bukan hasil membeli dari toko akan tetapi handmade yang dijahit secara manual, saat para Ibu Teteh dan Nenek usai pekerjaan domestik.

Mesin Jahit Kaki | http://www.tias.com/
Mesin Jahit Kaki | http://www.tias.com/
Setelah di Aliyah (SMA) menjadi  takdir penulis menyelesaikan pendidikan di Sumatera Barat tepatnya kota dingin Padang - Panjang kami para murid puteri sepekan satu kali ada pelajaran membuat bordir dengan aneka tusukan yang lebih rumit menggumpal atau bertumpuk dengan bunga aneka warna dan mahal terbayang warna keren ada yang kombinasi dengan gulungan–gulungan rapih  dan labeling made in china.

Kebiasaan menjahit baju sendiri terus di pertahankan hingga sekitar tahun 1990  rok sederhana, baju ghamis dengan pola dasar atau blus bahkan beberapa baju kurung ala-ala masyarakat Minangkabau yang sangat khas menggunakan daun body dan sibar sehingga longgar dan berkesan sedikit memberi bentuk yang lebih glory.

Daun body dilekat pada ketiak dengan bentuk empat persegi sama sisi, dengan tempelan kain kecil ini sesungguhnya menurut apa yang diajarkan oleh Ibu Guru ketika tahun 1977 untuk memberikan kesan bahwa busana yang kita pakai ketat dan menonjolkan apa yang tidak boleh tampak sangat seronok, demikian sibar di letakkan di samping kanan dan kiri dengan teknik pemotongan yang khusus dan menjahit manual dengan setik balik yang ekstra rapih disesuaikan dengan bahan baju sejenis katun ada juga yang menggunaka bahan foal.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Keterampilan menjahit rasanya berkembang terus setelah mukin di Bandung dan  sering membeli majalah femina usang di Cikapundung dan majalah wanita yang cukup populer ketika itu rutin menyisipkan aneka pola mudah diikuti bahkan tinggal menjiplak langsung bisa menjahit ketika itu juga, rasanya senang bangga dan bahagia jika satu potong baju selesai di jahit dan digunakan oleh sendiri atau bahagian dari keluarga besar.

Menjahit adalah kebudayaan yang menyebar di kalangan kaum perempuan bahkan dikenal juga ada pendidikan formal sederajat SMP dan terkenal dengan labeling SKP (Sekolah Kepandaian Puteri) bahkan salah seorang alumninya adalah istri ke empat mantan Presiden Soekarno yaitu Ibu Hartini saat itu SKP bernama Nijheidschool 

Isyarat dari Alam Abadi

Menjahit adalah keterampilan yang sedemikian berguna, bermanfaat dan menjemput trauma diri yang hari demi hari memunculkan tanda tanya tanpa jawaban.

Tentu saja sangat  berguna baik menggunakan jarum halus yang ketika usia muda tidak terkendala memasukkan benang ke lubang jarum. Kemajuan teknologi berkembang merayap dan cukup membantu sempat menggunakan handmade meskipun menurut penulis kurang praktis dan agak sedikit ribet pada akhirnya bisa menggunakan mesin jahit kaki yang lebih cepat dan lebih rapih serta kualitas prima karena jalinan benang menjadi lebih kuat.

Memiliki ketrampilan menjahit pakaian sendiri jelas akan memberi manfaat lebih karena tidak sekedar menjahit pakaian baju rok dan celana yang sering digunakan hari–hari, yang lebih utama lagi bisa menghemat upah dan aspek kecepatan membuat sprei, sarung bantal, gordyn bahkan kain kafan para Ibu rumahan akan sigap melakukan produksi jahitan untuk menolong tetangga keluarga dan khususnya segala sesuatu yang terkadang sifatnya mendesak, sekiranya kita mengandalkan tukang jahit tentu saja sabar antri adalah modal yang mesti kita siapkan.

Ilustrasi: http://assets.marthastewart.com/
Ilustrasi: http://assets.marthastewart.com/
Penulis memiliki satu pengalaman yang mengundang tanya hanya satu pertanyaan saja terkait ketrampilan menjahit, adalah satu  kisah setelah wafat suami tercinta jatuh bangun merekontruksi diri menanggung beban kesedihan yang cukup mendalam.

Sekitar enam bulan berlalu, suatu siang menjelang ashar muncul rasa mengantuk yang hebat tidak dapat di toleransi karena tidak biasa tidur menjelang ashar dengan beberapa pertimbangan. Maka sedikit lesu tidurlah dan menuju kamar hari memang menjelang ashar, penulis terlelap sekitar 45 menitan, seketika di tengah tidur nyaman muncul wajah suami dengan menggunakan baju yang sudah lama tertimbun dalam ingatan blus lurik putih dengan garis membentang warna transparan antara biru muda, pink hijau dan serbuk–serbuk mengkilap tidak terlalu menonjol kain ini memang indah lengan panjang kerah chiang ie dan ada beskap di bagian depan cukup modis saat itu karena mengambil dan  memakai pola dari majalah femina sekitar tahun 1985 – 1990 an.

Hadirnya hanya sekitar satu detik saja karena saat penulis menatap wajah suami langsung saya ajukan pertanyaan  “Ayah kenapa kamu pergi dan tinggalkan saya sendirian di sini”  ia hanya menatap sejenak saja . . . tanpa berkata–kata, saat itu penulis langsung terbangun dan spontan berteriak histeris meledak tangisan tanpa kendali  “Ayah . . . Ayah . . . Ayah . . . ”

Seisi rumah menghampiri dan puteri ke delapan memeluk sambil iapun menangis di sela-sela tangisnya “Bund sudah . . . sudah Bund . . . Bund . . . sudah“

Setelah agak tenang segera menuju jamban dan mandi menyiram kepala berulang – ulang dengan air dingin Ciburial agar kehadiran suami dalam tidur yang terasa nyata sirna . . . pergi . . . jauh agar tak lagi muncul tangis demi tangis.

Pertanyaannya kenapa ia datang dengan baju yang saya jahit sendiri dan itu sekitar 30 tahun yang lalu di masa usia putera dan puteri kami masih balita.

Membangun Kebiasaan Menjahit di Komunitas Blogger

Pagi sekali Sabtu (14/1/2017) penulis telah bersiap – siap memenuhi undangan Mbak Astri Damayanti dan Mbak Selly Fauzy dari Kriya Indonesia, beberapa bulan sebelumnya secara intens dapat inbox dari Teh Rinrin Irma blogger Bandung.

Ilustrasi: /4.imimg.com
Ilustrasi: /4.imimg.com
Jumlah peserta  sekitar 30 orang dengan antusiame tinggi,  mengamati masing – masing dari mereka rasanya  amazing,  memegang gunting menggigil berhadapan dengan mesin jahit gugup apalagi dikala mesin di jalankan semua konsetrasi memegang bahan yang telah disiapkan tim Mbak Astri.

Memang kelompok di bagi dua dimana kelompok pertama memasang pola sederhana, menggunting dan menjahit kalau menurut penulis jika menggunakan jarum manual jenis jahitan stik balik, sedangkan kelompok kedua mendoodle kain yang sama untuk dijahit auter assecories  hiasan yang di pandu oleh Mbak Tanti Amelia.

Menyaksikan bloggerBandung dan bloggerSoreang yang rerata Ibu muda atau bahkan sangat muda sekali ada rasa prihatin dan membuat penulis galau, galau dengan suasana yang sesungguhnya hangat juga seru plus galau mengenang segala sesuatu terkait jahit menjahit ini.

Diperjalanan kembali ke pondok, saat duduk di kursi yang biasa almarhum duduk disitu  penulis merenung dan menjawab tanya yang mengendap hampit satu tahun setengah.

Ayah menjumpai Bunda dengan baju hasil jahitan sendiri, sesungguhnya Ayah sedemikian bangga dengan kreasi istrinya dia tahu saat membeli bahan, dia mengantarkan saat membeli majalah femina dan menemukan pola sederhana, dia menyaksikan istrinya mengguting pola dan dia mendampingi saat istrinya dengan tekun  menjahit bagian demi bagian bahan yang telah di gunting,   mungkin ini jawaban dari pertanyaan yang muncul dalam kepingan hidup penulis. 

Hatur nuhun Teh Rinrin Irma, hatur nuhun Mbak Astri Damayanti dan terima kasih kepada semua tim yang terlibat di acara Workshop  Menjahit di Bandung bersama Brother Indoneisa dan Stabilo Indonesia, siip. keren pisan ya.

Ahad,  17 Rabi'ul Akhir 1438 H / 15 Januari 2017    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun