Menulis itu bukan teori, tapi praktik.
Menulis adalah ketrampilan sebagaimana orang bermain piano
atau sepeda sehingga perlu dilatih setiap saat.
Belajar menulis dari praktisi sekelas Rifki Feriandi akan mudah difahami
karena yang diajarkan adalah hal – hal praktik menulisPepih Nugraha, Manager Kompasiana
Perasaan heran tidak tertanggungkan saat Rifki Feriandi berkirim khabar via whats app ingin mengunjungi kami di Pondok Pesantren Al Qur’an Babussalam sekedar menjumpai santri dan bershilah ar rahiem pada Pak Kiyai meskipun hanya sekejap.
Memang terasa sangat sekejap menyimak pemaparan Kang Rifki (demikian kami menyapa pensiunan muda ini), khususnya terkait memantik semangat berjuang dan ini lho yang paling keren . . . berbagi tips menulis kepada sekitar dua ratusan santri yang hadir pada hari jum’at 28 Oktober 2016.
Sadar tidak sadar penulis sempat mengingatkan pada Kang Rifki bahwa : “hari ini khan hari soempah pemoeda ya Kang” dengan sumringah
beliau menjawab “Iya Bund . . . !”, dan kamipun mempersiapkan santri yang bakal berkumpul di Majlis Ta’lim Pondok Pesantren Al Qur’an Babussalam Ciburial – Dago.
Memang hari Soempah Pemoeda 2016 tahun ini tidak terlalu hingar bingar sebagaimana jika merayakan pergantian tahun baru dengan kembang api dan petasan yang sengaja di persiapkan biar tampak heboh dan seru, semua adem ayem dan kalem akan tetapi gebrakan yang dilakukan Kang Rifki menukik pada makna bahwa dia adalah pemuda Indonesia yang siap susah sedih dan melarat meskipun kenyataannya masa – masa pahit sudah dia lewati sebagaimana secara acak berkisah dari jam 09.00 hingga jam 11.00 siang itu dan udara di Ciburial sedemikian bersahabat sekental persaudaraan yang ia bina dengan ikhlas kesekeliling wilayah yang ia bisa tempuh.
Subhanallah pisan Kang !!!
Tidak Ambisius Dan Hidup Tidak Perlu Ngoyo
Kang Rifki dengan ramah, akrab dan santun saat memulai pemaparan menyapa seluruh santri SMP berjumlah sekitaran 66 orang dan selebihnya adalah santri SMA. Mengisahkan kariernya secara global, menceriterakan Papap dan Mamamnya dengan romantis termasuk keluarga besarnya dan kedua puterinya semua mengalir jernih tanpa ambisi selain share untuk membangun motifasi.
Rasa – rasanya apa yang di paparkan bahwa dirinya tidak ngoyo dan tidak berambisi tergambar juga dalam buku yang sempat ia bagikan pada sekitaran duapuluh santri yang berani tampil ‘narsis’ dalam konteks kenarsisan yang positif, dengan judul : “Cara Narsis Bisa Nulis” bagi Bunda sangat surprise sekali mendapat cinderamata dari Kang Rifki.