Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspadalah Menjelang Kematian

31 Maret 2016   22:26 Diperbarui: 11 Juli 2017   10:34 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="lifestyle.liputan6.com"][/caption]Menuliskan tentang  kematian  adalah menggerakkan tangan, fikiran dan perbuatan juga mata serta seluruh organ - organ kita berkisah tentang keperihan dan kepedihan juga kesakitan yang teramat dahsyat. Semua makhluk di muka bumi ini tak akan ada yang kuat dan mampu menanggungkan kisah ini,  demi Allah Yang Akbar mengapa kemudian ini harus Bunda kisahkan juga.

Salah seorang sahabat Rasul berkesempatan mengungkapkan rasa menjelang sakaratul maut dengan wajah muram dan ketakutan menggigil dan jatuh pingsan  berkali – kali yang akhirnya ia memiliki keberanian prima. Tentu Allah memberikan energi bagi dirinya La Haulaa Wala Quwwata illa biKa bertuturlah beliau tentang rasa itu.

Rasa sakaratul maut menjelang kematian diilustrasikan oleh beliau,  “siapkan pedang bersisi dua yang sama – sama tajam kedua sisinya berujung lancip . . . lekatkanlah jempol dan telunjukmu yang kanan pada sisi pedang tersebut tekan keduanya sekuat tenagamu tarik . . . . hingga ujungnya”   membayangkannya ulu hatimu perih tanpa tanding.

Apa jadinya saat  dialam realitas yang kita fahami tentang pedang tajam bersisi dua dengan ketajaman yang bisa diuji cobakan pada sejenis makluk hidup yang biasa dengan tega kita melakukannya, semisal mencincang  tulang dan daging saat musim kurban tiba.

Kini kita sendiri yang harus melalukan uji coba ketajaman pedang tersebut menggunakan bagian dari anggota tubuh yang sedemikian banyak fungsinya jika direnungkan manfaat telunjuk juga jempol.

Telunjuk bukan hanya sekedar menunjuk – nunjuk saja,  demikian jempol bukan sekedar mengisyaratkan lambang kebaikan dan terkesan berhurufkan very good jika seseorang mengangkat jempol di depan wajahnya.

Fahami jika tidak berjempol dan tidak bertelunjuk maka akan kesulitanlah seseorang mengerjakan sesuatu dengan sempurna

Bunda mengisahkan ini   bukan karena terpaksa ataupun alasan lain yang sangat duniawiah,  akan tetapi Nabi Ibrahim menyampaikan dalam Al Qur’an bahwa : “orang yang baik adalah orang yang pandai memberi tahukan pada sanak saudaranya tentang kampung akhirat sehingga mereka bisa mempersiapkan sepanjang hidupnya untuk perjalanan menuju keabadian, yang tidak fana dan semua yang ada di dunia bersifat seperti fatamorgana. 

Apakah Kematian Itu ?   

Seorang Ulama besar dan terkenal dengan berbagai tulisan yang sangat filosofis,  menguraikan tentang  apa itu kematian dengan sejumlah pertanyaan, diantaranya  kematian itu adalah :

-         kehancuran ; 

-         kemusnahan ;

-         non eksistensi  ataukah

-         suatu perubahan

-         perkembangan dan peralihan dari suatu dunia kedunia lain ?

Jika itu kehancuran dan kemusnahan secara fisik maka yang muncul memang kengerian yang tidak akan berkesudahan dan semua orang takut akan kematian,  jangankan memikirkan rencana menjemput kematian dalam delapan hari mempersiapkan seumur hidupun  belum tentu sukses . . . .  

(semoga Allah menganugerahkan chusnul khotimah kepada kita semua. Amiin)

Maka jika tidak berdekatan munajat dan taqarrub pada Nya dengan ketentuan yang telah di turunkan pada Nabi - Nya yang Agung (Al Qur’an)  maka semuanya tutup fikiran kita dari hal kematian itu titik,  tidak akan ada pembahasan lagi.

Non eksistensi . . . 

Secara akal sehat bisa jadi kematian adalah non eksistensi di dunia nyata . . . karena sudah tidak bernyawa kemudian dikubur dan ditinggalkan se usai pemakaman.  Otomatis saja almarhum atau almarhumah tiada kisahnya lagi selesai tuntas urusan dunianya dan teramat penting  anak cucu mendoakan untuk keselamatan di alam kubur mereka yang telah lebih dulu dipanggil menghadap Ilahy Robbi.

Jika eksistensi membutuhkan materi maka seseorang yang telah di wafatkan oleh Nya memang keberadaan diri telah berakhir dan kita tidak akan pernah menyaksikannya lagi secara jasadi,  akan tetapi jika eksistensi terkait dengan pemaparan kiprah seseorang  semasa hidupnya,  Bunda coba mengambil salah satu contoh pendahulu bangsa ini  tokoh hebat  selevel Cut Nya’Dien yang bejuang pada masa 1873 – 1904 .

Bagaimanapun ketiadaannya . . . ia dikagumi oleh dunia internasional dengan julukan yang disematkan pada Srikandi Aceh  Cut Nya Dien adalah   “The Queen Of Aceh Battle”  beliau eksis sepanjang tahun jadi bahan pembicaraan di media sosial, buku, majalah dan kajian sejarah bahkan Cut Nya dihidupkan kembali dengan cara membuat film kolosal dengan bintang Christine Hakim artinya bahwa ia memang ada meski telah tiada.

Roh kembali kepada Nya

Murthada Muthahari mengungkapkan salah satu pointnya tentang kematian adalah :

Jiwa atau diri manusia merupakan konstituen sejati personalitasnya.  Manusia tidak mati karena jiwa atau rohnya tidak mati ; Rohnya eksis disebuah cakrawala yang letaknya diatas cakrawala materi dan hal – hal material.  (p. 758 - 759)

Tentu saja deskripsi ini tidak mudah di terima secara logika, akan tetapi mengimaninya dengan sepenuh hati semaksimal ketaatan yang tiada hingga dan dengan ketundukan yang tiada tara.

Menjemput Maut

Hingga kinipun Bunda selalu mencoba mewaspadakan diri kapanpun kematian akan tiba dan datang tanpa info yang memadai dari sanak dan keluarga, namun Al Qur’an membentangkan penjelasannya tentang akan datang kematian secara tiba – tiba,  maha lengkap dan maha sempurna.

Jika kemudian di petakan dalam delapan hari, sesungguhnya ini adalah hal yang tidak mungkin akan tetapi paling prioritas bagi calon almarhum memberi wasiat kepada ahli waris, maka jika tidak memiliki harta yang hendak diwariskan berwasiatlah tentang kebaikan dan kesabaran.

Harapannya delapan hari menjelang kematian, tidak sakit berat dan lumpuh sehingga dapat berkumpul membahas prosesi menjelang wafat, tidak koma dan tidak mengalami musibah tenggelam ataupun pesawat meledak di udara bahkan hal – hal aneh lainnya yang tanpa dapat kita duga – duga sebelumnya.

(naudzubillahi min dzalik . . . !!)

Menjelang wafat segalanya akan tergesa – gesa dan waktupun pasti melesat dengan singkat, posisi calon almarhum adalah sehat wal – afiat ini hal yang akan di lakukan selama delapan hari :
Hari pertama
Ibadah rutin tidak ditinggalkan, lakukan lebih berkualitas jika mungkin sudah tidak lagi melakukan kegiatan di luar rumah yang dianggap tidak  memberikan manfaat, kumpulkan semua anak dan cucu fahamkan pada mereka bahwa hal yang harus di bahas secara serius dan marathon mengenai wasiat tentang waris, hari berikutnya penekanan agar semua hadir.
Hari kedua
Jika bertepatan dengan hari senin, usahakan shaum sunah pembahasan tentang wasiat waris dilanjutkan dan bicarakan juga tentang hutang piutang, perjuangkan wafat dalam keadaan tidak memiliki beban hutang
Hari ketiga hingga hari ketujuh
Wasiat dan menitipkan segala amanat terkait dengan hutang piutang didelegasikan kepada putera / puteri yang kompeten dan siap menyelesaikan persoalan demi persoalan tersebut.
Khataman al Quran selama lima hari tiga puluh juz artinya perhari enam juz di baca bada shalat lima waktu dengan murattal.
Hari kedelapan
Mengumpulkan keluarga terdekatan berpamitan, dengan bertalkin istighfar dan syahadat, berharap para Malaikat mengantar masa akhir dengan salam kedamaian dan kebahagiaan. 

[caption caption="dnamora.com/2016/03/dnamora-giveaway-8-hari-menuju-kematian/"]

[/caption] 

 

“Tulisan ini diikutkan dalam dnamora Giveaway”

Referensi :

Murtadha Muthahhari.  Tafsir Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia dan Alam.  Jakarta : Penerbit Citra. Rajab 1433 / Juni 2012 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun