Bukannya hendak berfikir
secara diskriminatif
Tidak sama sekali . . . !
Bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Adil
Jika sering terlontar kata – kata dan catatan bahwa “kesaktian”dan “kehebatan”seorang perempuan itu karena ia bisa mengandung seorang calon bayi dan kemudian melahirkannya.
Pastinya memang hebat sekali, melewati masa yang paling strategis dan kritis dalam kehidupan sepasang suami istri.
Strategis, karena bakal memiliki keturunan yang bakal menjadi pelanjut estafeta cita – cita kedua orang tua – nya dan akan memiliki SDM dari darah daging sendiri.
Kritis, jika Ibu dapat melewatinya dengan lancar selamat dan akhirnya bahagia . . . Subhanallah suatu anugerah yang berlimpah bagi sang Ibu karena dapat melakukan persalinan dengan selamat.
Karena Allah sendiri yang yang DIA mengatakan bahwa :
wawashshaynaa al-insaana biwaalidayhi hamalat-hu ummuhu wahnan 'alaa wahnin wafishaaluhu fii 'aamayni ani usykur lii waliwaalidayka ilayya almashiiru
[31:14] Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun1181. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Gambaran tentang derita‘sakit’itu di sampaikan Nya dengan kalimat:“hamalat-hu ummuhu wahnan’alaa wahnin”. ,Disini dalam rangkaian ayat ini di terjemahkan penggalannya dengan : “ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah – tambah”.Sedangkan dalamterjemahan lain ada yang memaknai : “sakit diatas kesakitan”tiada yang dapat membandingkan kesakitan hendak melahirkan sang jabang bayi.
Sang Ibu akan kembali berangsur pulih saat melewati masa nifas setelah lebih kurang empat puluh hari.
Bahwa rasa sakit itu bukanlah rekayasa sang Ibu itu benar – benar bisa dibuktikan secara dialam kenyataan dan bisa di buktikan secara penelusuran ilmiah. Sakiiit . . .
Makasangatlah yakin dan benar bahwa memang salah satu kehebatan perempuan adalah ketahanannya menahan rasa sakit, seperti dan sebagaimana digambarkan dalam ayat tadi,QS. Luqman (31) : 14
Sehingga makna ‘sakti’ disini mungkin lebih kepada ketangguhan fisik dalam hal kecanggihan menahan dan menderita rasa sakit ;meskipun konon kesakitan itu akan berimbang jika seorang laki – laki menderita‘asam urat’ . . . entahlah.
Namun sesakti – sakti nya seorang perempuan melahirkan berapa anakpun secara garis agama (Islam) tidak akan bisa mengklaim sebagai anak dirinya, buktinya jika melangsungkan pernikahan yang menjadi wali tidak bisa ibunya tetap Ayahnya, jika Ayah telah tiada mesti pamannya.
Maka lazimnya kita sebagai manusia hendaklah merenungkan secara lebih leluasa lagi, jika dalam kehidupan sehari – hari penggunaan nama di paspor khususnya mereka yang hendak berangkat ziarah ke tanah suci baik untuk ibadah haji dan atau umrah nama adalah utama, dengan sebutan binti atau bin . . . dengan menyematkan nama ayah.
Semisal nama sang Nabi agung : Muhammad Bin Abdullah atau puteri beliau disebutlah Fathimah Binti Muhammad demikian seterusnya, kecuali satu keistimewaan bagi makhluk pilihan NyaIsa Ibn Maryam QS. Ali Imran (3) : 45.
[caption id="attachment_367700" align="aligncenter" width="498" caption="http://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/seorang-perempuan-membaca-kitab-suci-alquran-usai-melaksanakan-ibadah-_120723160430-160.JPG"][/caption]
Penyebutan Bin atau Binti adalah menunjuk bagi pemilik anak tersebut.
Jadi anak Ibu ya Ibu kandung . . . . akan tetapi benih dari Ayah.
Tidaklah seorang perempuan dikatakan sakti tanpa titipan benih dari sang laki – laki.
Salam
Ahad,18 Rabi’ul Tsany 1436 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H