Mohon tunggu...
Rosita Alya Salsabilla
Rosita Alya Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi yang aktif bersosial dan mengeksplorasi dunia konten kreator

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyikapi Budaya 'Merayakan' dan 'Menilai' Unggahan Konten Instagram

3 Juni 2024   08:58 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:00 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Instagram adalah platform media sosial yang digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, terutama generasi saat ini. Instagram menjadi populer karena berbagai fitur yang disajikan, seperti stories, feed, reels, live, notes, threads, dan lain sebagainya yang memungkinkan sesama penggunanya terhubung satu sama lain secara langsung. Tetapi, semakin banyaknya pengguna instagram, semakin banyak pula konten yang diunggah, ada istilah menarik yang muncul seiring dengan update terbaru di platform ini, yakni penggunaan kata "hedon" yang kerap digunakan untuk menggambarkan perilaku tertentu dalam komentar. Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena ini dalam konteks kebebasan berekspresi dan etika berkomunikasi?

Pertama-tama, mari kita bahas apa yang dimaksud dengan "hedon". "Hedon" merujuk pada kata "hedonisme". Hedonisme itu sendiri, merupakan salah satu cabang dari filsafat etika, yang mana menjelaskan pandangan hidup yang menempatkan pencapaian kesenangan atau kepuasan pribadi sebagai tujuan utama. Dalam konteks Instagram, istilah ini biasanya digunakan untuk menyindir atau merujuk pada orang yang terlalu fokus pada kesenangan duniawi, terutama terlihat dalam komentar-komentar yang mungkin dianggap tidak bermakna atau tidak pantas. Penggunaan "hedon" seringkali berhubungan dengan postingan yang menampilkan gaya hidup mewah, makanan mahal, atau perjalanan yang serba mewah, yang dapat menciptakan perasaan iri atau kecemburuan di antara pengguna lainnya.

Namun, di balik aspek hiburan dan konsumsi yang terkadang berlebihan ini, kita perlu mempertimbangkan etika komunikasi dalam mengomentari postingan orang lain. Kebebasan berekspresi memang penting, tetapi di dalam sebuah komunitas, ada tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan sopan dan empati.

Yang pertama, sebelum kita mengomentari suatu postingan, penting untuk memahami konteksnya. Terkadang, apa yang tampak sebagai "hedonisme" bagi sebagian orang sebenarnya bisa menjadi pencapaian atau hasil dari usaha keras seseorang. Selain itu, kita harus menghindari membuat asumsi atau menilai seseorang berdasarkan penampilan atau gaya hidup mereka di media sosial, karena setiap orang memiliki cerita dan perjuangannya sendiri.

Kedua, dalam menyampaikan komentar, penting untuk menjaga bahasa yang santun dan menghindari ungkapan yang merendahkan atau menyinggung. Seringkali, masyarakat Indonesia suka mengkritik perilaku atau konten yang diunggah orang lain tanpa memberikan saran bagi kreator. Adanya hal ini justru membuat konten kreator takut, bahkan trauma teradap sosial media. Sebaiknya, kritik yang membangun dapat disampaikan dengan cara yang lebih berbobot dan membangun, tanpa perlu menyebarkan kebencian atau memperkuat kesenjangan yang merugikan.

Ketiga dan yang tidak kalah penting, kita juga perlu mengakui bahwa media sosial seringkali menjadi panggung di mana orang memilih untuk memamerkan sisi terbaik dari diri mereka. Bisa jadi, tanpa sadar kita juga memanfaatkan sosial media untuk panggung ekspresi diri dan menjadi versi terbaik kita untuk membangun personal branding yang kuat. Maka, tidaklah adil untuk mengukur value seseorang berdasarkan apa yang mereka pamerkan di Instagram atau platform serupa. Kehidupan sebenarnya jauh lebih kompleks daripada apa yang bisa kita lihat dari sebuah cuplikan foto atau video.

Dengan demikian, kebebasan berekspresi memang sangat penting untuk dimiliki bagi setiap pengguna sosial media. Tetapi, yang tidak kalah penting adalah memperhatikan etika berkomunikasi. Kita juga harus mengakui tanggung jawab kita dalam berkomunikasi dengan bijak, sopan, dan penuh empati di media sosial. Berpikirlah selangkah lebih jauh apa akibatnya sebelum "merayakan" dan "menilai" postingan-postingan di Instagram. Sebaiknya, kita mulai membiasakan "menilai" dengan komentar-komentar yang membangun dan menginspirasi, serta "merayakan" untuk dijadikan motivasi bagi diri kita. Karena hal tersebut jauh lebih berharga daripada celaan atau sindiran yang tidak bermakna. Mari kita gunakan platform-media sosial kita sebagai sarana untuk saling mendukung dan membangun, bukan untuk menghakimi atau menyebarkan kebencian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun