Mohon tunggu...
Rosinta Puji Rahayu
Rosinta Puji Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Salatiga

Mahasiswa Fakultas Syariah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Asasi di Balik Naturalisasi: Menyoroti Pemain Sepak Bola Indonesia

16 Desember 2024   19:52 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:51 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Naturalisasi pemain sepak bola menjadi langkah penting bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas tim nasional di internasional. Dengan memberikan kewarganegaraan kepada pemain asing berbakat, Indonesia berharap bisa meraih prestasi yang lebih baik dalam berbagai kompetisi. Namun, di balik sorotan media dan kebanggaan publik terhadap pemain naturalisasi, ada isu-isu penting yang jarang diperhatikan. Apakah hak-hak sipil, politik, dan hak asasi manusia (HAM) mereka dihormati seperti warga negara asli? Ataukah mereka hanya dianggap sebagai "aset olahraga" tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan mereka?

Proses naturalisasi di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pemain yang dinaturalisasi harus melepaskan kewarganegaraan asal dan menjadi warga negara Indonesia. Secara hukum, hal ini memberikan mereka hak-hak penuh sebagai warga negara, seperti hak untuk memilih, dipilih, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik. Namun, dalam kenyataannya, banyak pemain naturalisasi yang merasa diperlakukan tidak setara. Mereka sering kali dianggap sebagai "orang luar," meskipun sudah menjadi warga negara Indonesia. Identitas mereka sebagai mantan warga asing sering kali dipertanyakan, bahkan loyalitas mereka kepada negara sering diragukan. Selain itu, keterlibatan mereka dalam aspek-aspek politik atau sosial, seperti hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, sangat terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa naturalisasi lebih sering dilihat sebagai cara untuk meningkatkan prestasi olahraga, daripada sebagai pengakuan penuh terhadap hak-hak mereka sebagai warga negara.

Proses naturalisasi tidak hanya berkaitan dengan status kewarganegaraan, tetapi juga harus melibatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Setiap individu berhak mendapatkan kehidupan yang bebas dari diskriminasi, eksploitasi, dan perlakuan yang tidak adil. Namun, banyak pemain naturalisasi yang menghadapi tekanan luar biasa, baik di dalam maupun di luar lapangan. Pemain naturalisasi sering kali dituntut untuk selalu tampil maksimal, bahkan ketika mereka menghadapi masalah fisik atau mental. Di sisi lain, ada beberapa laporan yang menyebutkan bahwa pemain terikat dalam kontrak kerja yang tidak adil, yang menguntungkan klub atau federasi lebih banyak daripada pemain itu sendiri. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar HAM yang menekankan perlindungan dan penghormatan terhadap martabat setiap individu. Selain itu, proses adaptasi budaya juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemain naturalisasi. Mereka tidak hanya harus menyesuaikan diri dengan gaya hidup dan bahasa baru, tetapi juga menghadapi ekspektasi tinggi dari masyarakat Indonesia untuk membuktikan bahwa mereka layak menjadi bagian dari tim nasional.

Pemain naturalisasi seperti Justin Hubner, Calvin Verdonk, dan Nathan Tjoe-A-On punya cerita panjang untuk bisa diterima dalam tim nasional Indonesia. Hubner, yang berasal dari Belanda, sering menghadapi keraguan soal komitmennya meskipun sudah menjadi WNI. Verdonk, bek kanan asal Belanda, pun tak luput dari tantangan beradaptasi dengan budaya sepak bola Indonesia. Begitu juga dengan Tjoe-A-On, gelandang naturalisasi yang meski diandalkan di timnas, masih harus menghadapi ekspektasi besar dan pertanyaan soal loyalitasnya. Perjalanan mereka menunjukkan betapa sulitnya meraih penerimaan penuh dari publik Indonesia.

Proses naturalisasi tidak hanya tentang menambahkan pemain asing ke dalam tim, tetapi juga tentang menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dengan segala hak dan kewajiban yang setara. Meskipun mereka telah menjadi warga negara Indonesia, banyak masyarakat yang masih melihat mereka sebagai "orang luar". Ketika performa mereka di lapangan dianggap kurang memuaskan, banyak komentar negatif yang muncul, meragukan kontribusi mereka. Stigma ini tidak hanya merugikan pemain secara pribadi tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial yang lebih besar. Sepak bola seharusnya menjadi olahraga yang menyatukan bangsa, tetapi dalam kasus pemain naturalisasi, olahraga ini sering kali menjadi ajang yang mempertegas perbedaan antara pemain lokal dan pemain naturalisasi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai langkah perlu dilakukan. Pertama, pemerintah perlu merevisi kebijakan naturalisasi untuk memastikan bahwa hak-hak pemain naturalisasi dilindungi secara adil. Pemain harus diperlakukan setara dengan warga negara asli, tanpa adanya diskriminasi atau perlakuan yang merendahkan. Kedua, federasi sepak bola dan klub-klub yang merekrut pemain naturalisasi harus lebih memperhatikan kesejahteraan mereka. Misalnya, dengan menyediakan kontrak yang adil, memberikan dukungan psikologis, dan membantu pemain beradaptasi dengan budaya baru. Hal ini akan membantu mereka merasa dihormati dan diterima sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Ketiga, penting untuk mengedukasi masyarakat agar mengurangi stigma terhadap pemain naturalisasi. Media dan organisasi olahraga dapat memainkan peran penting untuk mengubah persepsi negatif terhadap pemain naturalisasi. Melalui cerita dan pencapaian mereka, masyarakat bisa lebih memahami bahwa pemain naturalisasi adalah bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia yang harus dihargai dan diberi kesempatan yang sama.

Pemain naturalisasi bukan sekadar bintang olahraga; mereka adalah bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia yang layak dihormati dan diperlakukan setara. Sepak bola lebih dari sekadar olahraga, namun simbol persatuan dan pengakuan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dihargai oleh semua pihak. Melalui kebijakan yang lebih inklusif, dukungan yang lebih besar dari federasi, serta edukasi masyarakat, Indonesia bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi pemain naturalisasi. Dengan begitu, mereka tidak hanya bisa bersinar di lapangan tetapi juga bisa menjalani kehidupan sebagai warga negara Indonesia dengan penuh martabat dan penghormatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun