Mohon tunggu...
Fransiska Rosilawati
Fransiska Rosilawati Mohon Tunggu... -

Pekerja Pranata Humas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peserta Kampanye Politik yang Berbudaya, Sangat Diharapkan

30 Juni 2014   20:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suasana Kota Yogyakarta dan sekitarnya yang sesungguhnya kondusif, belakangan cenderung terusik. Hal ini dikarenakan beberapa ulah/segelintir pelaku yang mengatasnamakan aktivitas politik yaitu melangsungkan kampanye pemilihan presiden/wakil presiden tahun 2014. Bentrok antar pendukung calon presiden di sejumlah tempat di wilayah Yogyakarta telah mengindikasikan bahwa “kampanye sehat” kurang mendapat perhatian bahkan dapat dikatakan dalam implementasinya masih belum seperti diharapkan.

Terpetik berita dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat (25/6/2014) bahwa bentrok dan aksi perusakan tak terhindarkan saat kedua tim capres –cawapres kampanye di hari yang sama, Selasa (24/6) pekan lalu. Saat itu tim Jokowi-Jusup Kalla menggelar kirap budaya di alun-alun utara, sedang tim Prabowo –Hatta Rajasa kampanye di wilayah Bantul. Massa masing-masing pendukung capres –cawapresdatang dari berbagai penjurudan sangat mungkin kemasukan provokator. Kapolresta Yogyakarta mengaku akan mempertemukan para prtinggi partai pendukung pasangan capres cawapres. Menurut Kapolresta aksi-aksi anarki tersebut akibat provokasi, semua terjadi setelah kampanye selesai.

Sementara kampanye pendukung capres-cawapres Prabowo –Hatta di lapangan Pandowoharjo, Bantul berakhir ricuh. Ketua Harian Koalisi Merah Putih Bantul , Enggar Suryo Jatmiko mengaku siap bertanggung jawab atas kerugian yang dialami warga Kweni, Sewon, Bantul.

Atas terjadinya peristiwa tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyesalakan bentrokan antar massa pendukung pasangan calon presiden. Sultan mengatakan, supaya kasus serupa tidak terulang lagi, pihaknya meminta agar kedua tim pemenangan pilpres mengontrol simpatisannya. Polresta Yogyakarta sudah mengamankan pelaku bentrok. Sedangkan Kabid Humas Polda DIY, AKBP Hj. Anny Pudjiastuti menjelaskan di lokasi tak jauh dari tempat kerusakan, pihaknya masih mendalami kasus tersebut.

---

Pengerahan massa secara besar-besaran atau konvoi kendaraan bermotor dalam ajang kampanye politik seperti kampanye Pilpres/Wapres 2014 masih ditemui belakangan ini. Di Yogyakarta dan sekitarnya hal demikian seolah sudah menjadi kebiasaan dari waktu ke waktu setiap pemilihan umum berlangsung.

Dalam tataran komunikasi politik yang dilakukan oleh para aktor politik (termasuk tim sukses) pada dasarnya dapat dikatakan sudah layak dan cukup persuasif dalam penyampaian pesan-pesannya. Ini sejalan dengan pandangan

Secara umum, komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa -”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo, 1982).

Sementara itu, Nimmo (1993:192) menyebutkan bahwa dalam kontes antar partai ada tiga tujuan kampanye, yaitu (1) upaya untuk membangkitkan kesetiaan alami para pengikut agar mereka memilih sesuai kesetiaannya itu, (2) menjajagi warga negara yang tidak terikat partai lain, menciptakan identifikasi, (3) kampanye yang ditujukan kepada oposisi dan lebih meyakinkan rakyat bahwa keadaan akan lebih baik jika memilih kandidat yang ditawarkan.

Adapun kampanye pilpres/wapres yang berlangsung belum lama ini, dilihat dari sisi penampilan, memang dapat dikatakan bahwa kemeriahan kampanye politik telah ditandai “pesta demokrasi” yang melibatkan pendukung masing-masing kandidat yang akan bertarung memperebutkan kekuasaan.

Apabila hal ini berlangsung secara fair, direncana matang, pelaksanaannya berjalan simpatik dan tidak mengganggu ketertiban umum, saling menghargai antara peserta kampanye dengan para penonton di pinggiran jalan – maka dapat diharapkan berlangsung suatu “pesta demokrasi” yang indah, meriah, aman, nyaman serta menyejukkan.

Namun sayangnya, “pesta demokrasi” dalam kenyataan malah berubah dalam pemaknaannya. Komunikasi politik yang terjadi atau dilakukan oleh para pendukung masing-masing kandidat dikonstruksi melalui penampilan show of force, pamer kekuatan layaknya akan terjadi pertempuran dan mendorong terjadinya ajang permusuhan antar pendukung masing-masing.

Ditambah lagi, adanya pawai kendaraan bermotor (umumnya: roda dua) dengan kondisinya yang telah di-blombong, knalpotnya dibuka sehingga membuahkan suara keras memekakkan telinga manusia. Gembar-gembor suara knalpot sepedamotor yang sangat mengganggu ini bukan menambah simpati, melainkan menjadikan antipati karena jelas-jelas sangat merusak gendang telinga orang-orang di sekitarnya.

Cara-cara yang dilakukan para pendukung kandidat demikian sesungguhnya tidak sesuai dengan budaya kita, khususnya masyarakat di Yogyakarta (Jawa) yang memiliki nilai dalam kehidupan dan penuh toleransi, ewuh pakewuh, tidak mengganggu kepentingan orang lain apalagi kepentingan umum/ tertib sosial dan menjauhi konflik maupun kekerasan. Jika hal itu masih diabaikan maka muaranya hanya akan mengundang bentrokan horizontal antar pendukung partai/kandidat.

Berangkat dari bentrok yang terjadi pekan lalu, jika kasusnya termasuk pada ranah hukum maka sudah selayaknya diproses secara yuridis formal. Pada bagian lain, terjadinya kampanye berbarengan dalam hari yang sama di wilayah DIY ternyata riskan dan mengundang terjadinya konflik/bentrok antar pendukung partai/kandidat. Karennya, KPU DIY perlu menjawal ulang pelaksanaan kampanye dan harus ditaati oleh semua pihak.

Kampanye politik disaat pemilu berlangsung disertai pawai kendaraan sebagai bagian dari “pesta demokrasi” ini sepertinya tidak bisa dihilangkan begitu saja. Jika memang demikian adanya, meriahkanlah kampanye politik untuk membangun demokrasi yang santun, bertoleransi antarpengguna jalan tanpa harus menebar permusuhan dan anarki. Karena itu semua (permusuhan dan anarki) bukan merupakan budaya kita. Semoga sisa waktu kampanye politik dalam tahapan Pilpres/Wapres 2014 ini dapat berjalan tanpa mengundang konflik yang mencemaskan. (F.Rosilawati).

Bahan Bacaan:

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta, 1982.

Nimmo, Dan. Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media. Penerbit PT Remadja Rosda Karya, Bandung. 1993.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun