Wacana yang belakangan terus mengemuka di ruang-ruang dan kolom media terutama media berbasis internet atau online yaitu menyangkut sebaran informasi/konten yang dikategorikan sebagai berita bohong (hoaks).
Persoalan ini tentunya tidak bisa dianggap remeh mengingat informasi/konten atau berita-berita dalam bentuk teks, gambar, video/youtube, dan sejenisnya kian hari semakin menyebar luas dan cepat tanpa batas -- sehingga jika tidak dikendalikan bisa berdampak negatif bagi siapa saja yang menerimanya.
Demikian pula gejala semakin maraknya konten hoaks atau berita bohong yang lagi menjadi  trendingtopic dimana-mana merupakan isu terkini,  layak diapresiasi, dipahami sebab-sebab maupun akibat, dan pastinya menjadi pantas untuk kemudian dilakukan aksi menangkal maupun upaya untuk mengantisipasi lebih lanjut.
Sebagai pekerja pelayan publik, juga sebagai ibu rumah tangga tentu saja penulis tidak bisa tinggal diam melihat perkembangan yang berlangsung selama ini.Â
Lalu lalang informasi yang ditunjang kehadiran teknologi canggih dalam genggaman tangan setiap individu telah merambah di hampir semua kalangan hingga masuk dalam lingkup keluarga.
Dapat dibayangkan bilamana sebaran informasi atau semakin meluasnya konten hoaks -- terutama yang disampaikan melalui media sosial, bahkan hingga viral -- jika kita tidak cermat memilah dan memilihnya bisa jadi justru akan menyesatkan. Dalam konteks lebih luas akan dapat pula mengganggu stabilitas sosial dan stabilitas di bidang keamanan nasional.
Banyak kalangan menyorot persoalan tersebut (penyebaran berita hoaks), banyak pihak merasakan gerah, resah, tidak sedikit mengkhawatirkan dampak-dampak yang secara langsung atau tidak langsung memicu permasalahan baru, baik berupa dampak fisik maupun psikologis.
Terhadap masalah tersebut, kemudian berbagai kalangan mulai tanggap. Beberapa diantaranya dalam lingkup terbatas melakukan sosialisasi pentingnya melek media (literasi media), suatu upaya terutama ditujukan untuk generasi muda/anak sekolah (SMP/SMA) agar mereka memiliki kesadaran rasional dalam menyerap informasi dari terpaan beragam media, termasuk media sosial yang lekat dengan kehidupan generasi milenial.
Agaknya tidak ketinggalan, Kompasiana belakangan ini ikut serta peduli terhadap perlunya mengantisipasi berkembangnya berita-berita atau konten hoaks yaitu dengan memberikan ruang khusus kepada kompasianer untuk menyorot masalah krusial tersebut.
Beberapa tulisan telah ditayangkan di Kompasiana dengan tema dikaitkan fungsi dan peran Kementerian Agama RI. Diharapkan pula perkembangan wacana itu selanjutnya memberikan masukan sekaligus sebagai dinamika sosial dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan ke depan.
Tentu saja itu semua pantas kita apresiasi, pendekatan secara lingkup sosial/kemasyarakatan perlu dilakukan dengan harapan dapat menumbuhkan kesadaran bersama dalam bermedia.