Jumlah kuota haji saat ini bisa dibilang tidak seimbang dengan besarnya minat masyarakat untuk berhaji. Hal ini terbukti dari semakin lamanya masa tunggu atau waiting list yang mencapai puluhan tahun.
Setiap provinsi memiliki perbedaan masa tunggu tergantung dari rasio antara kuota dengan jumlah pendaftar. Semakin banyak jumlah pendaftar, semakin lama pula masa tunggu untuk menunaikan ibadah haji.
Sejak tahun 2013 hingga 2016 ini, kuota haji mengalami pemotongan 20%, menjadi sebesar 168.800 orang dari kuota dasar 211.000. Ini berlaku untuk semua negara pengirim jemaah haji, termasuk Indonesia. Hal tersebut dikarenakan adanya renovasi Masjidil Haram.
Kuota sebesar 168.800 terbagi menjadi 155.200 untuk haji reguler dan 13.600 untuk haji khusus. Haji reguler dikelola Pemerintah, sementara haji khusus dikelola Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Terjadinya masa tunggu ini didorong oleh membaiknya tingkat ekonomi masyarakat saat itu. Selain juga dipicu oleh maraknya dana talangan yang digagas bank. Sejumlah Bank berani menawarkan dana kepada masyarakat sebagai setoran awal untuk mendapatkan nomor porsi. Praktik itu masih berlangsung hingga kini, meskipun sudah dinyatakan terlarang oleh Bank Indonesia.
Masa tunggu akan terus bertambah panjang, seiring dengan meningkatnya jumlah pendaftar. Pemerintah selaku regulator sekaligus operator tentu tidak boleh tinggal diam. Perlu segera dicarikan solusi sebagai bentuk perlindungan dan pelayanan kepada publik.
Broadcast Isu Penambahan Kuota Haji
Beberapa hari jelang puncak haji tahun 2016, masyarakat dihebohkan dengan broadcast penambahan kuota dari pemerintah Saudi Arabia, sebagai berikut:
-------