Dibandingkan dari negara lain, jemaah haji asal Indonesia memiliki paling banyak atribut identitas. Selain paspor sebagai identitas resmi berlaku di nagara asing, jemaah masih mengenakan gelang dan aneka atribut daerah dan KBIH.
Bicara soal gelang yang menempel di tangan jemaah, tidak sedikit, ada 4 gelang sekaligus. Saat berangkat dari embarkasi, jemaah diberi dua gelang. Pertama gelang identitas terbuat dari baja tipis, dan kedua gelang kesehatan, warna disesuaikan tingkat risiko kesehatan jemaah. Saat sampai di Saudi, ditambah lagi dua, gelang maktab dan gelang hotel.
Keempat gelang tersebut memiliki fungsi berbeda. Namun hanya gelang baja yang informasinya terhubung dengan sistem haji atau siskohat. Dan melalui tulisan ini, penulis ingin mengulas soal gelang dimaksud. Seputar manfaat dan alasan mengapa jemaah haji tidak boleh melepas gelang tersebut dalam kondisi apapun.
Secara fisik, gelang identitas jemaah terbuat baja putih, biasa disebut monel atau stainless. Secara ilmiah memiliki tipe 304 2B dengan unsur kimia carbon, mangan, silikon, chrom, phospor, dan sulfur, menjadikan gelang ini awet, tahan gores, dan tahan api. Dimensi panjang 21 cm, lebar 1 cm dan tebal 1,2 mm, serta berat 26 gram.
Bagian dalam gelang, tercetak grafir Kementerian Agama beserta lambang dan tahun keberangkatan. Sementara bagian luarnya memuat informasi nama jemaah, nomor kloter, embarkasi, tahun keberangkatan, nomor paspor dan bendera merah putih.
Selain informasi semua itu, gelang jemaah juga dilengkapi QR Code. Kode ini berguna bagi petugas saat jemaah memerlukan pertolongan. Biasanya karena lupa jalan pulang kembali ke hotel atau pertolongan kesehatan lainnya. Dengan aplikasi "Haji Pintar", petugas langsung dapat mendeteksi identitas jemaah, termasuk nama hotel tempat jemaah tersebut menginap. Sehingga dengan mudah petugas mengantar mereka kembali ke hotel.
Gelang haji adalah satu-satunya identitas pengganti paspor yang menempel di tubuh jemaah.
Gelang jemaah merupakan identitas penting kedua setelah paspor, yang informasinya terhubung langsung dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) dan e-hajj Pemerintah Saudi.
Kejadian Mina tahun 2015 silam, yang merenggut korban jiwa termasuk ratusan jemaah Indonesia. Tidak mudah bagi petugas bahkan forenaik sekalipun identifikasi korban. Seluruh atribut yang berbahan lain terlepas akibat desak-desakan sesama jemaah penuh peluh bercampur keringat. Ihram, slayer, tas, dokumen semua terlepas. Tidak terpikirkan lagi oleh jemaah untuk mempertahankan semua atribut yang menempel.
Di luar itu semua, banyak kejadian di mana saat jemaah kehilangan jalan pulang dan ditemukan penduduk setempat. Maka berbekal gelang itulah mereka diantar dan dikembalikan ke kantor petugas. Terlepas dari kendala orientasi lapangan dan bahasa, penduduk lokal atau jemaah dari negara lain dapat segera mengetahui jemaah Indonesia.
Karena menjadi satu-satunya identitas yang menempel di tubuh jemaah, maka dalam kondisi apapun akan menjadi rujukan petugas dalam penanganan. Misalnya jemaah meninggal dan masuk rumah sakit untuk visum. Saat keluar Certificate of Dead (COD), muncullah nama sebagaimana tertera dalam gelang.