Pemerintah baru-baru ini meluncurkan kebijakan yang cukup menggembirakan bagi masyarakat. Melalui PT PLN, kebijakan itu berupa pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA berlaku hanya bulan Januari dan Februari 2025.Â
Kebijakan ini digadang-gadang sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meredam dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun ini. Namun, dibalik manisnya diskon, terdapat sejumlah pertanyaan yang perlu kita jawab bersama. Apakah kebijakan ini benar-benar menjadi suntikan energi bagi perekonomian atau justru menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas keuangan negara?
Potongan harga listrik bukanlah sekadar menghemat pengeluaran bulanan. Ini adalah bentuk apresiasi pemerintah terhadap masyarakat yang telah berkontribusi pada perekonomian negara. Diskon ini juga bisa menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang sangat bergantung pada pasokan listrik. Dengan biaya produksi yang lebih rendah, UMKM diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar.
Namun, kita perlu waspada, apakah kebijakan ini menjadi stimulan ekonomi yang efektif, atau justru menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas keuangan negara?
Di balik optimisme ini, ada pertanyaan besar yang menggantung: Apakah diskon listrik ini benar-benar menguntungkan negara dalam jangka panjang? Potongan harga yang besar bisa membuat pendapatan negara dari sektor listrik berkurang drastis. Jika tidak diimbangi dengan upaya peningkatan efisiensi atau mencari sumber pendapatan baru, defisit anggaran negara bisa semakin membengkak.
Selain itu, sifatnya yang sementara bisa menimbulkan kecemasan di masyarakat. Bayangkan, setelah merasakan keringanan biaya hidup, masyarakat harus kembali berhadapan dengan tagihan listrik yang membengkak. Hal ini bisa memicu ketidakstabilan ekonomi, terutama jika tidak dibarengi dengan upaya pengendalian inflasi.
Untuk mengatasi dilema ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Selain kebijakan subsidi, pemerintah perlu fokus pada pengendalian inflasi, peningkatan efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, dan penyaluran bantuan sosial yang tepat sasaran. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan secara berkelanjutan tanpa membebani keuangan negara.
Dalam artikel ini perlu dipahami, diskon listrik merupakan kebijakan yang memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, kebijakan ini memberikan manfaat bagi masyarakat, tetapi di sisi lain juga menyimpan sejumlah risiko. Untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risiko, pemerintah perlu merancang kebijakan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Penulis
Rosidah Tria Riasti