Baru-baru tahun kemarin atau lebih tepatnya pada tanggal 24 Februari tahun 2022 kita dihebohkan dengan kabar terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina. Latar belakang terjadinya peperangan tersebut diakibatkan oleh tiga penyebab yaitu yang pertama karena kedekatan Ukraina dengan blok barat, selanjutnya karena Ukraina menginginkan bergabung bersama NATO dan karena Rusia-Ukraina beda tafsiran mengenai perjanjian Minsk. Akibat konflik di Rusia-Ukraina, negara-negara Eropa mengalami lonjakan konsumsi energi dan makanan. Krisis ekonomi yang sedang berlangsung telah mengakibatkan kenaikan tajam tingkat inflasi di beberapa negara, memberikan tantangan yang signifikan terhadap perekonomian global.
Menurut data dan fakta yang ada pada 24 Februari 2022 invasi Rusia ke Ukraina telah menjadi peristiwa global yang berdampak besar disemua negara. Rusia dan Ukraina adalah bagian sentral dari pasar minyak, gas, biji-bijian, energi, makanan, dan pupuk organik dunia. 37% impor minyak dan gas Asia Tenggara berasal dari Rusia, dan itu menjadikan Rusia sebagai pemasok minyak terbesar. Pada tahun 2021, Rusia diperkirakan akan mengekspor total $491,6 miliar, sesuai data "World's Top Export". Memimpin dalam hal nilai adalah minyak mentah ($110,11 miliar), produk minyak sulingan ($69,93 miliar), dan ekspor batu bara Rusia ($17,56 miliar). Mengikuti di belakang dengan emas Rusia senilai $17,36 miliar dan baja senilai $9,17 miliar pada tahun 2021 adalah AS, menurut laporan Arlan tahun 2020.Â
Sebagai pemasok utama pupuk, Rusia menguasai industri pupuk dunia. Selain itu, Ukraina memainkan peran penting dalam perdagangan global karena mengekspor minyak bunga matahari dalam jumlah besar, berfungsi sebagai pengekspor jagung terbesar keempat, dan pengekspor gandum terbesar kelima.Â
Perang antara Rusia dan Ukraina, yang diketahui mereka adalah negara pemasok utama mineral dan logam, tentu saja akan memutus pasokan. Hal ini tentu berdampak pada produksi di banyak industri dan menyebabkan perubahan harga pangan dan energi yang secara langsung mempengaruhi masyarakat di seluruh dunia. Konflik antara Rusia dan Ukraina akan berdampak pada penyesuaian sistem perdagangan internasional, dan negara-negara yang memiliki ikatan dengan kedua negara tersebut juga akan berdampak signifikan pada kepentingan nasionalnya sendiri. Sektor ekonomi jelas yang pertama terkena dampak akibat konflik. Rantai pasokan global terganggu, dan biaya makanan, energi, dan lain-lain meningkat.
Selain itu, harga bahan bakar telah meningkat di beberapa negara. Konflik Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan ini memberikan dampak yang sangat negatif bagi perdagangan internasional seperti krisismya bahan pangan, terbatasnya energi, dan inflasi global. Namun jika mengacu kepada Indonesia konflik Rusia-Ukraina ini memiliki dampak positif terhadap ekonomi Indonesia melalui tingginya harga barang mentah di dalam negeri. Tingginya harga barang mentah, seperti misalnya batu bara serta nikel setidaknya akan menaikkan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Indonesia.
Menurut Sridianti (2022) energi adalah faktor penting di pasar global, dengan Rusia dan Ukraina memainkan peran penting di dalamnya. Konflik dapat muncul dalam waktu dekat karena sifat penting dari makanan dan pupuk. Penting untuk tetap waspada dan bersiap menghadapi potensi hambatan yang mungkin muncul. Tahun 2022 dapat membawa tantangan yang signifikan di bidang ini. Konferensi Pembangunan dan Perdagangan oleh PBB, yang dikenal sebagai "UNCTAD" (United Nations Conference on Trade and Development), mengumumkan bahwa...
Karena kekurangan sejumlah pelabuhan utama di seluruh Eropa saat ini menghadapi kesulitan. Kapasitas penyimpanan inilah yang membuat banyak orang memanfaatkan gudang atau tempat penyimpanan barang-barang mereka. Tumpukan kargo dari kedua negara telah menumpuk, menyebabkan ruang muatan kapal mencapai kapasitas maksimum dan penuh sesak. Barang-barang ini tetap terperangkap dan tidak pernah berhasil diangkut. Operasi pengiriman kargo terkena dampak serius dan terganggu sebagai akibatnya.
Larangan ekspor dari Rusia, sebagaimana ditemukan dalam penelitian Pakpahan (2022), berpotensi mengganggu siklus perdagangan internasional. Global sedang mempertimbangkan cara untuk merestrukturisasi sistem perdagangan mengingat sanksi pembalasan yang dapat merugikan kepentingan negara lain. Sanksi ini akan tetap berlaku bahkan setelah perang usai karena ekspor Rusia ke pasar global akan secara signifikan mempengaruhi dan terus akan berubah mengikuti perkembangan konflik perang antara Rusia dan Ukraina.
Sedangkan menurut Enggar Furi Herdianto, S.I.P., M.A. selaku dosen Universitas Islam Indonesia. Dalam membahas hubungan Indonesia dengan Rusia, Enggar mengatakan bahwa industri pariwisata tidak terlalu terpengaruh karena rendahnya jumlah pengunjung Rusia dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Meski demikian, Enggar menegaskan Indonesia tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia, khususnya melalui kerjasama bisnis dan akuisisi teknologi pertahanan - terutama dari Rusia, tetapi juga Amerika Serikat.Â
Koneksi ini sangat penting untuk tujuan keamanan nasional. Mengapa pemerintah Indonesia tidak menanggapi masalah antara kedua negara tetap menjadi misteri, karena merupakan motivasi yang krusial. Menariknya, Uni Eropa memiliki ketergantungan yang signifikan pada Rusia tidak seperti Indonesia. Enggar menyoroti perlunya pemerintah memperluas sumber gandumnya dan menemukan mitra alternatif dalam perdagangan dunia untuk mengurangi masalah ini lebih jauh.
Menurut saya pribadi jikalau konflik ini tidak segera berakhir maka itu akan sangat berdampak dan mungkin bahkan bisa lebih berpengaruh lagi terhadap perdagangan global. Bisa saja akan terjadi inflasi tingkat tinggi kepada negara-negara yang terdampak pada konflik tersebut. Apalagi jika konflik tersebut kian makin memanas, mungkin memicu kelangkaan bahan pangan, gas, minyak dan pupuk organik yang sangat buruk lagi dari sebelumnya.