Mohon tunggu...
Rosiana
Rosiana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

A reluctant learner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siswa Tunagrahita: Ukir Prestasi Tanpa Terkungkung Kondisi

19 Desember 2016   16:10 Diperbarui: 19 Desember 2016   16:20 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin seringkali kita temukan manusia yang mampu berprestasi di bidangnya adalah mereka yang memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata manusia lain pada umumnya. Seperti contoh nama-nama berikut. Albert Enstein yang mampu menemukan teori relativitas. Sang maestro catur dunia, Gerry Kasprov. Kemudian jika kita melihat ke wilayah asia ada seorang insinyur yang luar biasa cerdas di Korea Selatan yaitu Kim Ung Yong. Dan di Indonesia sendiri pun kita punya tokoh yang memiliki tingkat intelektual tinggi yakni B.J. Habibie.

Fakta diatas membuat diri kita bertanya-tanya, lantas apakah mungkin bahwa orang yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Atau skor IQ mereka di bawah rata-rata juga bisa mencetak prestasi luar biasa dibanding diri kita yang memiliki tingkat kecerdasan yang rata-rata? Jawabannya sangat mungkin karena kondisi bukanlah penghambat diri kita untuk tidak mengukir prestasi. Dan hal tersebut telah dibuktikan oleh salah seorang siswa berkebutuhan khusus di SMA Al-Firdaus, Solo. 

Dia adalah Arman (20 tahun), siswa tunagrahita kelas 3 SMA ini sukses menorehkan prestasi di kancah nasional dengan menyabet dua buah medali pada pada ajang kejuaraan renang di  Paralympic Bandung beberapa waktu lalu. Dengan skor IQ 55, Arman ingin membuktikan bahwa keterbatasan atau kemampuan mental yang berada di bawah rata-rata tak mampu menghalanginya untuk meraih prestasi. Bahakn bukan hanya perlombaan kategori anak bekebutuhan khusus yang mampu dimenangkan oleh Arman. Namun dirinya juga tak gentar untuk bersaing dalam kejuaraan renang kategori umum di Jakarta pada tahun 2013 lalu. Bahkan tahun lalu ia pun terpilih menjadi salah satu atlet Indonesia untuk kejuaraan di Asean Para Games Singapura.

Apa yang membuat diri Arman mampu mengukir prestasi dengan kondisi yang memiliki keterbatasan? Tentu proses yang dilalui oleh Arman bukanlah sebuah proses yang "Instant." Dibalik kegemilangan prestasi yang diraih oleh Arman tentu ada sebuah proses yang luar biasa yang harus dilalui oleh Arman. Untuk membuktikan bahwa kemampuan mental yang dimilikinya bukanlah penghalang bagi dirinya untuk berprestasi di bidag olahraga renang. Ia perlu berlatih setiap hari di sebuah klub renang di Kota Solo. Sepulang sekolah ia selalu menyempatkan waktu untuk berlatih walau memang ada rasa lelah yang harus dipikul olehnya karena setiap hari ia harus mengasah skill berenangnya agar mampu memenangkan kejuaraan lomba renang dan membuktikan kepada dunia bahwa kondisi dri bukanlah penghambat bagi dirinya untuk terus mengukir prestasi.

Dari cerita tersebut, ada hikmah yang bisa diambil oleh kita sebagai seorang yang memiliki kondisi normal secara fisik maupun secara psikis. Terkadang tanpa kita sadari, kita seringkali menyerah pada kondisi dan lengah dalam perjuangan untuk tetap konsisten menjadi seorang pengukir pestasi. Bagi kaum remaja yang memiliki kewajiban belajar seringkali kondisi yang harus dihadapi dalam masalah pelajaran seperti remedial yang bertubi-tubi pada seluruh mata pelajaran, kemudian laporan praktikum (bagi beberapa siswa SMKA) yang menggunung, nilai kecil ketika ujian, sulit memahami materi pelajaran. 

Belum lagi godaan dari teman-teman untuk mengajak bersenang-senang dan meninggalkan kewajiban sebagai pelajar. Bagi kaum dewasa yang masih merintis karir ataupun sudah mapan dalam karir pun seringkali harus menghadapi kondisi diri dimana merasa sudah puas dengan pencapaian yang telah diraih, atau bahkan merasa jenuh akan pekerjaan yang terasa seperti rutinitas. Sobat, tanpa kita sadari kondisi-kondisi tersebut perlahan melunturkan semangat kita dalam memperjuangkan cita-cita kita dan berpikir untuk tidak lagi menjadi seorang pengukir prestasi.

Jika berkaca pada Arman tentu kita harus malu, kita yang memiliki kecerdasan standar dan tidak memiliki keterbatasan mental seharusnya bisa mencetak prestasi yang lebih luar biasa sebagai bentuk nyata dalam memperjuangkan cita-cita kita. Maka dari itu kita sebagai seorang insan yang mencitakan sebuah cita-cita besar patut berefleksi diri dan belajar untuk tidak menjadikan kondisi yang ada sebagai penghambat diri kita dalam mengukir prestasi tuk meraih cita-cita. Karena sungguh cita-cita tidak akan bisa diraih dengan perjuangan yang biasa-biasa saja, tapi cita-cita hanya bisa diraih dengan perjuangan yang luar biasa.

Semangat mengukir prestasi!

***

Sumber: Koran Republika edisi Kamis, 08 Desember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun