Mohon tunggu...
Rosiady Sayuti
Rosiady Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - Ka Prodi Sosiologi Unram

Ph.D. dari The Ohio State University, USA 2008-2013, Kepala Bappeda Provinsi NTB; 2013-2015 Asisten Satu Setda Prov NTB; 2015 - 2016, Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Prov. NTB; 1 Juni 2016 - 20 Mei 2019, Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.. 10 Juni 2019 - Sekarang Kembali Menjadi Dosen di Universitas Mataram, Sejak Januari 2020 menjadi Ketua Program Studi Sosiologi Universitas Mataram

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekilas Ranperda Pendidikan NTB

1 Februari 2015   15:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:00 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SEKILAS RANPERDA PENDIDIKAN NTB

Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga NTB

Dalam hitungan jam setelah dilantik menjadi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Provinsi Nusa Tenggara Barat, saya langsung berhadapan dengan Badan Perda DPRD NTB. Tugas saya adalah mempresentasikan substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Bersama dengan beberapa Kadis dan Kepala Badan yang juga memiliki Rancangan Perda. Saya juga didampigi oleh mantan Kadis Dikpora sebelumnya, Pak Imhal, yang selama ini mempersiapkan rancangan Perda tentang pendidikan tersebut.

Mengapa perlu Perda?

Secara normatif, sesungguhnya setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur langsung kehidupan masyarakat harus “diperdakan.”Tidak cukup hanya dengan UU atau Peraturan Pemerintah saja.Karena dengan Perda, akan dapat diatur dengan lebih rinci hal-hal yang terkait dengan tupoksi pemerintah daerah.Dengan demikian, tidak akan ada keraguan lagi untuk mengalokasikan anggaran yang bersumber dari APBD.

Khusus terkait dengan Ranperda Pendidikan ini, kini telah lahir UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang didalamnya mengatur perubahan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi.Dalam UU tersebut, pendidikan tingkat menengah atas (SMA dan SMK) menjadi tugas wewenang Pemerintah Provinsi. Disamping pendidikan khusus yang sedari awal sudah menjadi tupoksi Pemprov. Untuk pendidikan dasar (PAUD, SD, SMP dan yang sederajat) tetap menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Apa saja subtansinya?

Pertama, terkait dengan keunggulan atau kualitas.Memang sudah saatnya, dunia pendidikan di Nusa Tenggara Barat fokus pada kualitas. NTB Berdayasaing yang menjadi visi NTB saat ini, adalah suatu upaya masif untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kita.Secara operasional, dapat dimaknai sebagai ikhtiar untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita dari SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA.Dengan meningkatkan kualitas lulusan dari berbagai lembaga pendidikan yang ada di NTB, berarti kita telah meningkatkan kualitas SDM kita ke depan.Apa indikator dalam peningkatan kualitas pendidikan kita dan bagaimana mencapainya? Itulah yang dijabarkan dalam Rancangan Perda Pendidikan tersebut.

Kedua, meningkatkan subtansi kelokalan dan muatan lokal dalam kurikulum atau proses pembelajaran.Masalah muatan lokal dan kelokalan ini menjadi penting saat ini, dengan dua alasan. Pertama, dengan makin derasnya arus globalisasi dan modernisasi dewasa ini, maka salah satu ‘bemper’ yang efektif untuk mencegah tergerusnya nilai-nilai budaya di kalangan generasi muda adalah melalui pembudayaan nilai-nilai lokal. Proses pembudayaan tersebut, yang paling efektif tentu melalui lembaga pendidikan.Dengan adanya Perda ini, maka akan dapat diatur dan diukur, substansi, maupun proses dan mekanisme yang dapat dilaksanakan untuk menjamin terjadinya penanaman nilai-nilai budaya bangsa bagi generasi muda kita. Kedua, sebagai manifestasi visi NTB Berbudaya. Melalui perda ini akan dapat dijamin bahwa visi NTB Berbudaya ini akan menemukan mekanisme implementasinya.

Ketiga, ikhtiar meningkatkan Indeks IPM bidang pendidikan. Intinya di sini adalah upaya yang sistematis untuk meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah, khususnya untuk tingkat SMA/SMK/MA. Kalau untuk tingkat SD dan SMP NTB sudah mendekati seratus persen. Melalui Perda ini, diharapkan tidak akan ada lagi anak-anak usia SMA yang tidak berada di bangku sekolah; apakah drop out dari sekolahnya, atau yang tamat dari SMP tidak melanjutkan ke SMA atau yang sederajat.Dengan beralihnya kewenangan pendidikan menengah atas ke Pemprov, maka adalah tugas Pemerintah Provinsi untuk menjamin peningkatan APS tingkat SMTA tersebut.Artinya, harus ada program dan alokasi anggaran yang cukup, baik untuk mengembalikan ke bangku sekolah anak yang DO dari sekolahnya ataupun untuk menjamin mereka yang tamat SMTP melanjutkan ke SMTA. Dengan bahasa yang lebih sederhana, ikhtiar ADONO akan dapat lebih terjamin pelaksanaan dan pencapaiannya.

Keempat, pendidikan yang berperspektif gender.Subtansi ini penting, mengingat salah satu persoalan yang menjadikan IPM kita bernilai rendah adalah karena relatif banyaknya anak-anak perempuan di NTB yang menikah pada usia dini (baca: masih dalam usia sekolah).Kalau dibandingkan dengan daerah lain, seperti NTT dan Bali, maka prosentase perempuan yang kawin untuk pertama kali dibawah usia 19 tahun, paling tinggi NTB (lihat Laporan BPS, 2014).Untuk itu, maka harus ada kebijakan khusus (affirmatif policy) yang direncanakan dan dianggarkan sehingga persoalan ini bisa diatasi.Perhatian keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak laki-laki dan perempuan haruslah sama, dalam hal mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan.

Gagasan yang belum masuk

Ada satu lagi yang menurut saya perlu pengaturan dalam Perda Pendidikan NTB ini: suatu program yang memberikan pengalaman kepada anak-anak pelajar untuk“bersekolah di sekolah lain” di dalam wilayah provinsi NTB. Katakanlah ada anak-anak dari pelosok desa, yang mungkin memiliki otak cemerlang, diberikan kesempatan untuk bersekolah selama satu sampai dua semester di sekolah yang ada di kota. Mungkin dibatasi hanya untuk mereka yang klas dua saja, baik SMP/MTs atau SMA/MA. Atau sebaliknya, ada anak-anak dari kota yang dikirim untuk mencari pengalaman ‘menjadi orang desa’ dengan bersekolah di desa.Atau anak-anak di kota yang ingin mendapatkan pengalaman sekolah di pondok pesantren, tanpa harus masuk ke pesantren tersebut secara utuh. Mungkin satu atau dua semester saja. Setelah itu dia kembali ke sekolah asalnya.Melalui program pertukaran seperti ini, diharapkan akan ada penularan praktek baik yang diperoleh di tempat “magang” kepada rekan-rekan mereka disekolah asal.

Disamping pertukaran murid, mungkin pertukaran guru juga dapat dirancang seperti itu; sehingga transfer of knowledge antar lembaga pendidikan, dari daerah ataupun kawasan yang berbeda dalam provinsi akan dapat terlaksana.

Hal lain yang belum masuk dalam draf Perda tersebut adalah terkait dengan kewajiban membaca karya sastra bagi pelajar.Program yang sudah membudaya di negara-engara maju ini saya kira perlu diadopsi dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat dan meningkatkan kualitas lulusan kita; baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah.

Selamat datang Perda Pendidikan Nusa Tenggara Barat. Semoga kualitas generasi muda kita menjadi kian meningkat dan ikhtiar membangun Generasi Emas NTB 2025 dapat terwujud. Insya Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun