Tema: Pendaftaran tanah secara elektronik
Pemerintah melakukan terobosan baru seiring perkembangan jaman di era revolusi industri 4.0 yang mampu mengimbangi dinamika masyarakat terjadi stagnansi hukum yang dikenal bahwa hukum akan selalu tertinggal dibelakang perkembangan zaman. Sehingga pada tanggal 21 Januari 2021 setahun yang lalu telah terbit Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat elektronik di mana Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kehadiran peraturan ini kemudian menjadi perbincangan hangat di masyarakat dengan berbagai tanggapan yang berbeda-beda, sebagian masyarakat menerima rencana ini sebagai bentuk modernisasi pelayanan pertanahan yang diharapkan akan memberikan keamanan , kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah namun tidak sedikit masyarakat yang menanggapi secara apriori.
Tanah kemudian menjadi salah satu objek pengaturan yang cukup komplek dalams istem hukum pertanahan di Indonesia, baik dari segi perolehannya, pengelolaannya sampaip ada penyelesaian sengketa yang terkadang timbul dari kepemilikan hak atas tanah.
Pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah di Indonesia telah diatur sejak tahun 1960y aitu melalui Undang- UndangNo. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok PokokPokok Agraria yang disebut UUPA( Lawalata etal., 2021). Tanah juga dibawah penguasaan dan pengelolaan manusia secara konstitusional tercantum dalam Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Undang Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat( 3) yang menyatakan Bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat adanya ketentuan pertanahan di Indonesia tentunya bertujuan untuk merubah nasib warga negara Indonesia sehubungan dengan penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah serta untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan hak atas tanah yang bukan miliknya.
Salah satu hal yang mendasar terkait dengan aturan UUPA adalah terkait dengan hak hak atas tanah yang diantaranya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak sewa, hak pakai, hak membuka lahan dan hak lainnya yang ditetapkan oleh UUPA. Perolehan hak diatas kemudian perlu didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional( BPN) untuk memperoleh sertipikat yang merupakan jaminan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Adapun Mekanisme  untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah( Alimuddin, 2021) Namun meskipun demikian kepemilikan sertipikat tanah sebagai bukti penguasaan hak atas tanah tidak dipungkiri masih menyisahkan celah dari jaminan kepastian hukum yang berpotensi merugikan rakyat seperti terjadinya pemalsuan sertipikat tanah, sertipikat tanah ganda atau sertipikat tanah tumpang tindih serta maraknya mafia tanah sehingga terjadi berbagai sengketa tanah yang akhirnya merugikan masyarakat, seperti yang baru baru ini terjadi di sekitaran bulan Desember 2021 di wilayah Cakung Jakarta Utara, adanya mafia tanah yang memalsukan akta otentik dan/ atau pemalsuan surat PT Salve Veritate yang melibatkan pegawai hingga pensiunan Badan Pertahanan Nasional( BPN)( Rizky Fajar Ramadhan, 2021). Hal ini berarti sertipikat hak atas tanah tidak lagi memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat.
Tinjauan Umum Tentang Sertifikat Elektronik
Elektronik dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik, sedangkan sertifikat elektronik adalah Sertifikat yang diterbitkan melalui sistem elektronik dalam bentuk Dokumen elektronik. Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik, dijelaskan bahwa definisi dari Sertifikat Elektronik adalah Sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi Elektronik.
Sertifikat Elektronik tentunya memiliki Data, Pangkalan Data hingga tanda Tangan Elektronik. Data adalah keterangan mengenai sesuatu hal yang termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, tlfoto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode Akses, simbol, atau perforasi. Pangkalan Data adalah kumpulan data yang disusun
secara sistematis dan terintegrasi dan disimpan dalam memori yang besar serta dapat diakses oleh satu atau lebih pengguna dari terminal yang berbeda. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Perbedaan sertifikat analog dan sertifikat elektronik
Perbedaan sertifikat analog dengan sertifikat elektronik adalah kode sertifikat analog menggunakan nomor seri yang terdiri dari huruf dan angka dengan latar belakang kosong, sedangkan sertifikat elektronik menggunakan kode hash dan memiliki 2 kode QR. sertifikat elektronik yang dapat dipindai oleh sistem. Sertifikat elektronik menggunakan tanda tangan elektronik, sedangkan sertifikat analog menggunakan tanda tangan manual yang lebih mudah diduplikasi atau dipalsukan. Dalam bentuk dokumen, sertifikat analog dicetak di atas kertas dan berhologram dengan simbol BPN, sedangkan sertifikat elektronik berupa file PDF yang dikirimkan melalui email, nama institusi ditulis dengan kode ATR. /Logo Kementerian BPN ditempatkan di pojok kiri atas dengan lambang Garuda di tengah dan pola huruf merah di sisi kiri dokumen yang menjelaskan bahwa sertifikat ini diterbitkan oleh Kementerian Pertanian dan Perencanaan Daerah/Badan Pertanahan Nasional, elektronik ini . sertifikat juga dilengkapi dengan latar belakang garis bergelombang halus yang menunjukkan model pelayanan berkelanjutan sehingga menyulitkan pemalsuan sertifikat elektronik. Keterangan yang terdapat dalam salinan sertifikat hak milik dan salinan sertifikat pengukuran harus dianggap sebagai informasi yang benar baik di dalam maupun di luar sengketa sampai tidak ada lagi yang dapat dibuktikan, sehingga sertifikat tersebut berfungsi sebagai alat bukti yang kuat (Harsono, 2007). Sertifikat elektronik menggunakan teknologi enkripsi yang aman, seperti enkripsi Badan Siber dan Keamanan Nasional (BSSN).