Generasi muda merupakan tonggak yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di masa depan. Melalui pendidikan, generasi muda dibentuk agar menjadi generasi unggul. Berbagai kebijakan dirumuskan untuk menjalankan pendidikan berkualitas dalam rangka membentuk generasi muda yang unggul.
Namun, kompleksitas kehidupan era society selalu menampakkan problematika moral pada generasi bangsa  Indonesia. Zaman sudah berubah, pergaulan dan tingkah laku pun turut berubah. Yang dijadikan kiblat adalah peradaban modern yang serba membebaskan. Sehingga, tak jarang muda dan mudi kebablasan dalam pergaulan. Hal itu dianggap wajar dan lumrah, karena sudah banyak yang menormalisasi.
Di tengah kecaman kerusakan moral generasi muda di era society, presiden malah memberi peraturan yang justru meloskan kebandelan remaja. Tidak mengantisipasi/ memperbaiki malah menambah permasalahan baru yang lebih rumit.
Meskipun presiden sering disebut sebagai Bapak dari anak-anak bangsa, kenyataannya, dalam beberapa pandangan, ia bisa dianggap sebagai sosok yang membawa dampak buruk bagi masa depan generasi muda. Dalam perspektif ini, tindakan dan kebijakan presiden yang tidak efektif atau merugikan bisa dianggap sebagai perwujudan dari Iblis yang menjerumuskan anak-anak bangsa ke dalam masa depan yang suram, baik di dunia maupun di akhirat.
Alih-alih menghentikan tindakan buruk, kebijakan ini justru menghalalkan dan mendukungnya, sambil bersembunyi di balik pernyataan yang tampaknya positif seperti "Muda-mudi bangsa harus mempunyai alat reproduksi yang sehat." Dengan cara ini, kebijakan tersebut tidak hanya gagal mengatasi masalah, tetapi juga memberikan pembenaran untuk praktik-praktik yang merugikan, sehingga mengaburkan tanggung jawab dan memperparah situasi yang ada.
Peradaban bangsa Indonesia yang ketimuran yang dijiwai oleh mayoritas masyarakat muslim hendak digeser dan diganti dengan peradaban barat yang nista. Hal tersebut tak boleh dibiarkan.
Melalui PP Nomor 28/2024 tentang Kesehatan, terutama Pasal 103 ayat (4) huruf e, telah menimbulkan berbagai kontroversi. Peraturan tersebut mengatur tentang layanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Secara lebih rinci, pelayanan kesehatan reproduksi dijabarkan dalam Pasal 103 ayat 4 yang berbunyi, "Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan;c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi."
Pada ketentuan di Pasal 103 ayat (4) huruf e tentang penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak sekolah dan remaja menjadi titik krusial norma ini.
Lalu, untuk apa peraturan tersebut dilegalkan? Untuk melindungi siapa? Ataukah untuk melegalkan budaya barat di Indonesia? Untuk membebaskan pergaulan remaja dan generasi muda? Hal yang demikian seharusnya dapat segera diantisipasi dan diambil tindakan segera.
Kebijakan atau langkah yang perlu diambil pemerintah dengan segera adalah:
- Meninjau ulang PP dan merevisi atau bahkan menghapusnynya. Melakukan tindak pada PP yang berkaitan dengan masa depan bangsa harus sesigap mungkin. Sebelum pengaruhnya timbul hingga meresahkan masyarakat.
- Melakukan perbaikan moral merupakan langkah krusial untuk membangun kembali fondasi yang kuat dalam masyarakat. Dalam menghadapi berbagai tantangan dan kemerosotan nilai-nilai etika, penting bagi individu dan komunitas untuk fokus pada revitalisasi prinsip-prinsip moral yang mendasari tindakan dan keputusan mereka.
- Membatasi atau memblokir tontonan negatif yang dapat menyebabkan perilaku menyimpang pada remaja merupakan langkah penting dalam melindungi kesehatan mental dan perkembangan moral mereka.
- Memfokuskan kurikulum pembelajaran di sekolah pada pendidikan karakter mulia yang berbasis ajaran agama adalah langkah strategis dalam membentuk generasi muda yang berintegritas dan menjauhkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!