Ishmatuddin khatun merupakan seorang istri dari dua sosok yang mempunyai kontribusi besar terhadap perkembangan peradaban Islam. Ia merupakan figur wanita terbaik di masanya, setelah suaminya Nuruddin Zanki meninggal dunia, Ishmatuddin Khatun menikah dengan shalahuddin Al-Ayyubi. Kedua sosok suami Ishmatuddin Khatun ini sangat berjasa dalam pembebasan Al-Aqsa dari tantara salib. Tak bisa dipungkiri sosok Ishmatuddin Khatun di belakang Nuruddin Zanki maupun Shalahuddin Al-Ayyubi sangat berpengaruh besar.
Gelar Ishmatuddin tentu tak berlebihan. Ishmatuddin berarti kesucian agama. Sedangkan khatun bermakna perempuan terhormat. Penyematan julukan itu sangatlah pantas. Khatun adalah perempuan yang terkenal tak pernah lewat menempa diri dengan spiritual.
Ishmatuddin Khatun adalah sosok wanita yang penuh dengan spiritualitas yang tinggi. Membaca Al-Qur'an dan tahajud di malam hari merupakan rutinitasnya yang hampir tak pernah ditinggalkan. Sebagai seorang ibu, Ishmatuddin Khatun juga mendidik anaknya dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Ia tidak pernah memanjakan anaknya dengan gemerlap kehidupan duniawi. Kesuksesan dalam mendidik putra semata wayangnya terbukti pada saat Ismail sang putra dijuluki raja yang shaleh padahal ia menjabat sebagai raja di usia yang masih sangat belia yakni 11 tahun.
Khatun merupakan wanita yang menjunjung tinggi dan memprioritaskan pendidikan untuk umat. Ia mendirikan lembaga pendidikan bernama Al-Khatuniyyah dan menginfakkan hartanya untuk kepentingan pendidikan.
Beginilah sosok perempuan ideal yang sedang dibentuk dalam lembaga pendidikan di Universitas Darussalam Gontor. Seorang perempuan yang akan berjuang li i'la i kalimatillah ditengah gempuran gaya hidup kontemporer dan sekularisme yang semakin menjadi-jadi, sebagaimana Ishmatuddin khatun yang berjuang menegakkan kalimah Allah dalam perannya sebagai pembebas Al-Aqsha.
Mahasiswi Universitas Gontor dididik dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan secara kontinu untuk membekali perannya kelak sebagai mujahidah yang kukuh pendiriannya di atas syari'ah meskipun pandangan dunia telah berubah terhadap realitas sesuatu.
Berbagai tantangan dalam bentuk  pandangan sekularisme, liberalisme, kapitalisme, multikulturalisme dan isme-isme yang lain akan dengan mudah dipatahkan oleh Mahasiswi Universitas Darussalam Gontor dengan ilmu islamisasi pengetahuan yang didapatkannya.
Tak hanya itu, mahasiswi Universitas Darussalam Gontor disiapkan sebagai madrosatul ula bagi anak-anaknya kelak tanpa membatasi ruang gerak dalam berkarya dan berkiprah pada masyarakat dunia.
Dengan memancangkan cita-cita setinggi-tingginya, Universitas Darussalam Gontor berusaha membentuk peradaban yang lebih baik dengan pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H