Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Atasi Culture Shock di Awal Pernikahan

4 Maret 2020   04:58 Diperbarui: 4 Maret 2020   17:37 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Culture Shock tidak hanya terjadi di Luar Negeri

Pada awal kami berkunjung ke Australia di tahun 1998, yang merupakan perjalanan gratis bagi saya dan suami,atas pencapaian selama bekerja sebagai Financial Consultant di salah satu perusahaan ,saya tidak merasakan adanya semacam Culture Shcok.

Hal ini disebabkan,kami berada dalam rombongan dan sejak mulai dari keberangkatan,hingga penjemputan di bandara, serta akomodasi,semuanya sudah ada yang mengatur. 

Jadi saya dan suami,serta teman teman yang ikut dalam rombongan ,cuma perlu bawa koper berisi pakaian dan Paspor,yang lainnya semua biaya ditanggung oleh perusahaan. 

Baru Terasa Ketika Mulai Tinggal di Australia

Pada awal kami mulai menetap di Australia dan tinggal bersama putri kami,suatu waktu kami diundang pada pesta perpisahan dari teman putri kami Karena diajak,maka kami juga ikut hadir dan membawa Kado untuk yang akan berangkat.

Ketika acara makan malam tiba ,putri kami mengatakan mama mau pesan makanan apa? Karena kita harus membayar sendiri apa yang kita pesan dan  tidak dibayar oleh yang mengundang.

Tentu saja kami kaget mendengar nya,karena kita datang untuk memberi selamat dengan kado perpisahan ,ternyata kita harus membayar apa yang kita pesan untuk kita makan hal ini kalau di negeri kita sangatlah aneh dan tidak pernah terjadi.

Saat itu adalah pertama kalinya saya merasakan,apa yang disebut sebagai Culture Shock. Karena terasa aneh,kado diterima ,tapi makan dan minum ,kita yang harus membayar masing masing.

Walaupun pada awalnya,kami belum dapat menerima kondisi seperti ini dengan sepenuh hati,tapi tidak mungkin kami langsung mengisolasi diri di negeri orang, 

Butuh waktu,bagi kami untuk bisa belajar menerima perbedaaan tradisi tersebut. Karena kita tidak mungkin bisa mengubah apa yang sudah mendarah daging bagi orang lain,maka kita harus mau menerima kenyataan bahwa memang begitulah ,beda bangsa beda pula tradisi dan budayanya

Dalam hidup pernikahan juga terjadi semacam culture shock

Sesungguhnya,Culture Shock tidak hanya terjadi ketika pertama kali kita mulai hidup berbaur dengan bangsa lain di luar negeri. Karena ,walaupun berbeda masalahnya,dalam hidup pernikahan,pada awalnya,kita semua pasti mengalami semacam Culture Shock. 

Ketika harus mulai hidup bersama dalam satu atap. baru sadar,ternyata begitu banyak perbedaan antara diri kita dengan pasangan hidup ,yang sebelum menikah,sama sekali tidak pernah terpikirkan. Dimulai dari hal hal yang tampaknya sepele,hingga menyangkut hal yang merupakan prinssip hidup 

Sedikit berbagi pengalaman hidup, yakni ketika baru menikah dan mulai hidup bersama ,ternyata tidak semudah apa yang saya pikirkan Karena dulu ,sebelum menikah, saya bebas pergi kemana saja dan mengenakan pakaian yang saya senangi,

Tapi begitu menikah, saya merasa shock,karena untuk keluar rumah harus minta izin dulu pada suami. Dan cara berpakaian juga diatur, tidak boleh seenaknya saja, karena suami tidak suka kalau saya memakai rok yang sedikit pendek dan pakaian ketat.

 Tidak boleh memakai blus yang kainnya tembus pandang dan banyak lagi aturan lainnya,yang sungguh membuat saya sungguh sungguh merasa hidup saya tidak bebas lagi.Belum lagi masalah lainnya,yang membuat saya merasakan apa yang dimaksudkan dengan Culture Shock dalam hidup pernikahan. 

Karena kita tidak terbiasa dengan hidup yang biasanya kita jalani ,sekarang kita harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan segala macam keadaan yang tidak kita sangka sebelumnya. 

Culture Shock ini bisa saja karena sang istri atau suami tidak pernah menyangka akan berbeda yang sangat tidak bisa dimaklumi oleh kedua duanya,tapi demi kebahagiaan bersama harus berusaha mencari jalan keluarnya yang tidak menyinggung pasangan kita.

Kesimpulan

Tapi ,kami menikah karena saling mencintai,maka baik saya ,maupun suami sama sama menyadari,bahwa kami harus mau saling mengalah dan menerima kenyataan,bahwa setiap orang itu memang diciptakan berbeda. 

Memang butuh waktu,bagi kami untuk saling mengerti dan saling menerima perbedaaan,tanpa ada yang merasa terpaksa, sehingga secara bertahap,perbedaan perbedaan yang ada ,sama sekali tidak lagi dirasa sebagai sebuah hambatan,karena sama sama memahami bahwa setiap orang berhak berbeda dengan diri kita.

Bahkan sejak pensiun dari berbagai kegiatan,kami selalu bersama sama 24 jam sehari dan tidak pernah terpisahkan. Hal yang bagi orang lain,mungkin dianggap humor,tapi sesungguhnya memang hidup seperti itulah yang kami jalani berdua.

Bagi kami ,mampu melalui hidup pernikahan selama 55 tahun ,sungguh sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai. 

4 Maret 2020.

Salam saya,

Roselina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun