Masihkah  Dilakukan di Era Digital Ini?
Dulu sewaktu saya mau menikah, orangtua saya berunding dulu melihat hari dan tanggal yang cocok untuk melangsungkan pernikahan. Dulu seseorang  yang akan nikah tidak boleh sembarangan menentukan hari dan tanggal pernikahan, karena dipercaya kalau hari dan tanggal tidak sesuai maka pernikahan itu tidak akan langeng, alias akan terjadi sesuatu  yang tidak diingini.
Oleh karena itu seseorang yang akan menikahkan anaknya mencari orang pintar untuk melihat hari dan tanggal yang sesuai. Ada juga yang berdoa di depan foto leluhur, kemudian melemparkan uang logam ke atas.
Bila uang logam jatuh dengan gambar orang menghadap ke atas, berarti tanggal yang direncanakan baik. Tapi bila kepingan uang logam jatuh tertelungkup, yakni yang tampil bukan sisi yang ada wajah orangnya, maka ditafsirkan bahwa tanggal pernikahan yang direncanakkan harus diganti.
Karena kami punya tante (adik Ibu saya) yang bisa Kwa Mia atau meramal nasib dan yang mengerti tentang itu, maka hari dan tanggal yang dilihat tante saya jatuhnya pada Sabtu 2 Januari 1965. Orangtua langsung memutuskan, tanpa merasa perlu meminta persetujuan kami. Karena tradisinya, orangtua yang berhak untuk menentukan tanggal, bukan pengantin.
Rata-rata masyarakat dari etnis keturunan Tionghoa di Kota Padang menjalani tradisi ini, yakni mereka melihat hari dan tanggal yang sesuai bagi pernikahan anaknya. Mengenai undangan. biasanya orangtua berunding terlebih dulu dengan calon besan, apakah mau dirayakan di masing-masing rumah atau dijadikan satu tempat resepsi pernikahan.
Bila resepsi disatukan, maka masing-masing pihak mendapatkan jatah undangan yang sama banyak, dan kedua orangtua dari pasangan pengantin mengundang kaum kerabat dan kenalannya masing-masing.
Tentu saja, saudara pengantin baik laki laki atau perempuan yang sudah dewasa akan dapat jatah kartu undangan, untuk mengundang teman-teman mereka, kecuali masih di bawah umur. Â
Tradisi ini semakin diyakini setelah beredar kabar konon orang yang menikah tanpa melihat hari dan bulan baik ternyata mengalami kesialan demi kesialan. Entah benar ataukah hanya untuk menakut-nakuti, tapi pada waktu itu masyarakat bersifat menerima mentah-mentah apapun kata orang.
Hal ini semakin menguatkan orangtua untuk selalu melihat hari baik dan bulan baik, sebelum menentukan tanggal pernikahan anak-anak mereka.
Zaman Kini
Zaman kini kebanyakan orang menikah tidak lagi melihat hari dan tanggal pernikahan, tetapi memilih hari Minggu atau hari libur, dengan harapan supaya para undangan bisa hadir karena bukan hari kerja.