Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Keberhasilan Seorang Buruh Menjadi Pengusaha Sukses

5 Maret 2014   13:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:13 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Jepara, kami berkunjung kerumah sepasangsuami istri, yaitu ibu Seti dan bapak Sukir. Keduanya kelihatan sangat sederhana. Sedemikian sederhanyanya penampilan mereka sehingga tidak jarang, orang orang yang datang berbelanja sering bertanya, "mana bossnya bu?"atau "mana bossnya pak?" Tidak ada yang sadar bahwa mereka berhadapan dengan pemilik mebel tersebut.

Hal ini disebabkan orang sering menemukan ibu Seti sedang asik mengukir, karena memang ibu Seti ini sejak mudanya memang senang mengukir. Juga si Bapak sering ditemui sedang asyik membersihkan barang dagangan dengan tangannya sendiri, maka tidak mengherankan, banyak calon pembeli, menyangka bahwa mereka pekerja dari toko tersebut.

[caption id="attachment_325954" align="aligncenter" width="461" caption="Suami-isteri Pengusaha yang sukses"][/caption]

Merantau ke Jakarta.

Pada tahun 1971 kedua suami isteri ini merantau ke Jakarta, dalam upaya mencoba mengubah nasib, denganhidup dikota besar. Dengan harapan akan ada perubahan hidup mereka menjadi lebih baik. Di Jakarta mereka mendapatkan pekerjaan sebagai buruh kasar. Sang suami bekerja sebagai tukang, sedangkan si ibu mengambil upah mencuci pakaian.

Untuk menghibur diri, sering mereka bepergian melihat Monas, Ancol dan Taman mini karena menurut Pak Sukir sekaranglah waktunya mengunjungi tempat-tersebut, karena kalau sudah kembali ke kampung halaman sulit lagi mau berkunjung kesana.

[caption id="attachment_325955" align="aligncenter" width="461" caption="Bu Seti dengan hasil ukiran yang akan dieksport"]

13939755941998771392
13939755941998771392
[/caption]

Mengukir bangku-bangku.

Kemudian pada tahun 1979 mereka kembali ke Jepara. Di Jepara mereka memulai membuka usahanya membuat meuble. Mereka membeli sebatang kayu jati untuk dibuat kursi, mana kursi ini diukir oleh si ibu, setelah selesai kursi ukir itu dijual pada pembeli. Ketekunan mereka dari mulai satu kursi, semakin berkembang dan seterusnya menjadi bermacam-macam ukiran yang laris. Karena ukirannya sangat menarik, maka tidak heran dilirik banyak orang. Salah satu dari pembelinya adalahorang Korea.

Hasil kerja keras,yang ditabungkan keduanya.membuahkan hasil. Akirnya kedua suami isteri ini sanggup membeli tanah sebelah rumahnya dan membangun usahanya menjadi lebih besar Seterusnya, jalan sukses bagi mereka terbukalah sudah. Merekapun mendapat tawaran mengekspor barang-barang yang dibuat ke Korea. Hasil dari ekspor ukiran kaju jati ini, memberikan hasil yang luar biasa. Sehingga mereka bisa membeli lagi tanah di sekitar rumah sehingga jadilah sekarang bangunan mereka seluas 2850 meter.

[caption id="attachment_325956" align="aligncenter" width="461" caption="Bu Seti dengan hasil karyanya yang indah."]

13939757991631352754
13939757991631352754
[/caption]

Ekspor ke Korea

Sekarang kebanyakan ukiran dari toko mebel bu Seti diekspor ke Korea dengan nama Karya Utama. Sewaktu kami datang ketempat bu Seti dia lagi asjik menyiapkan barang –barang yang akan di ekspor sebanyak 2 kontainer, berupa meja ukiran dan kursi ukiran. Di Korea meble buatan bu Seti sangat digemari orang disana. Sekarang untuk lebih dekat orang Korea tersebut membeli rumah bersebelahan dengan rumah bu Seti, sehingga dia bisa mengawasi semua barang yang dipesannya. Bagi bu Seti dan Pak Sukir, hal ini juga memberikan nilai tambah, karena sebelum diekspor, semua barang sudah diperiksa terlebih dulu oleh pembelinya, sehingga tidak ada lagi klaim di belakanghari.

Bagi Pak Sukir dan bu Seti, keberhasilan yang diraihnya, sungguh bagaikan sebuah mimpi. Apalagi bila ingat, ketika mereka menjalani hidup sebagai buruh kasar di kota Jakarta. Sekarang mereka sudah menjadi pengusaha yang sukses, tapi tak pernah lupa, untuk tetap sederhana dan rendah hati.

Jogjakarta, 05 Maret 2014.

Salam Saya,

Roselina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun