Hidup manusia seperti lakon banjaran dalam pewayangan. pada mulanya manusia diciptakan dalam keadaan lemah lalu Allah menjadikannya kuat. Setelah kuat untuk beraktivitas, Allah menjadikannya lemah kembali. (Ar Rum:54). Hidup itu sesungguhnya untuk bertakwa, mencari wasilah dan berjihad (Al Maidah: 35). Tidak mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya (An Anfal: 27). Hal itulah yang dikemukakan H Heni Johan, M.Pd dalam acara pengajian dwi bulanan MTsN 1 Bantul di rumah Wicaksono, S.Pd. Ahad pagi (25/8/2024).
Dalam pengajian yang dilaksanakan di Dusun Ngambah, Mulyodadi, Bambang Lipuro, Bantul itu Heni Johan mengajak para jamaah mengumandangkan selawat terlebih dahulu. Lantuan  selawat kepada Rasulullah, Muhammad SAW pun menggema di rumah dekat persawahan itu. Kepala MTs Muhammadiyah Sanden, Bantul ini kemudian menyitir surat Ar Rum ayat 54. Menurut ayat itu  Allah menciptakan manusia dalam keadaan dla'fin (lemah), tidak punya apa-apa, tidak membawa apa-apa. Dari keadaan lemah semakin bertambah hari, makin tambah kuat hingga saat ini. Â
Banjaran Tembang Macapat
Isi surat Ar Rum 54 yang dimaknai sebagai proses kehidupan manusia itu menurut Heni, dalam budaya Jawa dituangkan dalam tembang macapat. Tembang macapat tersebut terdiri dari 11 jenis tembang berisi perjalanan hidup manusia mulai dari lahir sampai mati. Tiap tembang merupakan fase-fase kehidupan yang dilalui manusia. Dihadapan Kepala MTsN 1 Bantul, Sugiyono,S.Pd. dan 48 guru pegawai, Guru IPA itu pun bercerita lebih lanjut.
"Bapak Ibu, proses kehidupan ini dalam budaya Jawa dimulai dari tembang Maskumambang. Dimulai kemambang (mengapung) di gua garba, di rahim ibu. Lalu baru Mijil, lahir dalam keadaan tidak bisa apa-apa, berproses menjadi manusia muda, yakni Sinom. Lanjut ke Kinanti. Ini waktu bersekolah, belajar menemukan jati diri."
" Berproses lagi di umur selawe (25), seneng lanang wedok (menyenangi laki-laki ataupun perempuan) seperti dalam tembang Asmarandana. Untuk selanjutnya mendapatkan jodoh. Inilah masa-masa menjadi kuat, segala sesuatu tersedia, mempunyai harta benda, dapat ke mana-mana seperti diungkapkan dalam tembang Gambuh."
"Bapak Ibu!, setelah kuat, semua bisa diperoleh. Semakin lama tambah surut dan akhirnya muncul uban, rambut putih. Kira-kira usia 60, atau sewidak: sejatine cecawis nggo tindak (sesungguhnya persiapan untuk berangkat). Proses berikutnya yang harus dilakukan adalah berderma, bersedekah. Tembang Durma. Lalu pelan-pelan kekuatan itu berkurung menuju Pangkur (menghidari dunia), Megatruh (berpisah ruh dari bandan) akhirnya menjadi Pucung. Dibungkus kain kafan 7 ikatan karena sudah meninggal, "urai Heni Johan.
Nasihat Kakek