Bantul (MTs Negeri Bantul). Guru Bimbingan Konseling saat ini wajib mengetahui karakter generasi Z, mengenal permasalahan yang dihadapi dan memberikan solusi dengan cara yang tepat. Hal itulah yang dikemukan oleh Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi,S.Psi.M.Psi., psikolog Universitas Islam Indonesia  sebagai narasumber dalam Sarasehan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di MAN 2 Bantul, Rabu (21/02/2024). Sarasehan diikuti oleh Sarju, guru Bimbingan Konseling (BK) MTs Negeri 1 Bantul bersama guru-guru BK MTs se-Kabupaten Bantul serta dibuka oleh Nur Hasanah Rahmawati SPd. MM, selaku Kepala MAN 2 Bantul,
Dalam sarasehan bertajuk "Mengatasi Stres Generasi Z". Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi, S.Psi.M.Psi. memaparkan bahwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 G-Z mencapai 27,94 % dari 270,20 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia. Anak-anak Z. (G-Z) yaitu generasi yang lahir antara 1997-2012.
Menurutnya generasi ini memiliki  ciri ciri seperti : (1) Aktif menggunakan medsos, (2) Selalu "terhubung" dengan jaringan maya. (3) Memiliki kesenjangan dengan generasi sebelumnya. (4) Berpikir global mindset dan sangat familier dengan teknologi, serta (4) Bersikap Open minded
Generasi yang juga disebut boundary less generation memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan generesi ini meliputi, cepat dalam mencari informasi; selalu berpikiran terbuka atau open minded. Mereka berpikir terbuka terhadap berbagai macam ide, gagasan, informasi, maupun argumen. Dengan berpikir terbuka, generasi ini menjadi lebih kritis, rasional, dan dapat menemukan solusi masalah lebih tepat. Mereka juga punya kemampuan  multitasking yang tinggi sehingga mampu mengerjakan dua atau lebih pekerjaan dalam satu waktu. Selain itu G-Z mempunyai motivasi tinggi untuk hal-hal yang menarik perhatiannya. Hal itu sesuai dengan keinginan mereka untuk berkembang lebih baik.
Selain kelebihan tersebut tentu generasi yang juga dilabeli digital native ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan yang utama, generasi ini sangat tergantung dengan teknologi. Kelemahan lainnya yaitu mereka cenderung Fear of Missing Out (FOMO). Mereka merasa khawatir akan ketinggalan kabar atau trend yang sedang berlangsung. Mereka yang mengalami gejala ini kerap merasa takut akan dicap ketinggalan zaman dan tidak gaul. Tak hanya itu, mereka juga beranggapan bahwa orang lain selalu bersenang-senang dan memiliki kehidupan lebih baik daripada kehidupan mereka. Karena selalu tergantung pada dunia digital, mereka kurang menghargai proses. Akibatnya daya tahan dalam menghadapi masalah kehidupan kurang kuat. Mereka cenderung labil secara emosional dan lebih bersikap individualis. Kelemahan berikutnya adalah mereka lebih suka menghabiskan uang dan mudah bosan terhadap segala sesuatu.
Hal yang perlu diperhatikan guru terkait dengan G-Z (disebut juga srtowbery generation) menurut dosen yang mengambil spesialis Psikologi Klinis dan Forensic Psychology ini adalah masalah yang sering mereka hadapi. Masalah-masalah itu meliputi : (1) Â Masalah kesehatan mental (2) Pengelolaan keuangan (mengatasi masalah keuangan lewat pinjol) (3) Masalah akademik (jalan pintas menggunakan joki untuk meraih keberhasilan akademik), (4) Adiksi teknologi (kecaduan game, internet, dan perilaku FOMO. (5) Hubungan Interpersonal (6) Mudah bosan (kecenderungan tidak paham apa yang sebenarnya diinginkan)
Dalam paparannya dosen tetap UII Yogyakarta ini mengajak guru BK yang hadir untuk memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh generasi Z ini, khususnya dalam pengelolaan stresndan gangguan kesehatan mental lainnya. Penanganan siswa yang mengalami gangguan kesehatan mental atau stess ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pencegahan, penanganan secara mandiri dan bantuan orang lain.Â
Pencegahan dilakukan dengan cara menerapkan pola hidup sehat, membuat perencanaan hidup, mengelola stress dan menjauhi perilaku berbahaya. Penanganan secara mandiri bisa dilakukan melalui kegiatan relaksasi, pemberian makna positif, kontemplasi, pendekatan spiritual,dan kegiatan jalan-jalan.Â
Adapun bantuan orang Lain dapat berupa berbagi dengan teman, keluarga atau siapapun yang bisa memberikan dukungan emosional dan sosial. Tak kalah pentinnya bila gejala terus memburuk dan masih kesulitan dalam meregulasi, kita dapat menghubungi psikolog atau psikiater untuk mengatasi gangguan kesehatan mental tersebut. Â Tentunya apapun masalah yang dihadapi dan solusi yang diberikan menurut dosen lulusan S2 UGM ini kita harus selalu ingat Allah SWT dan meminta pertolongan darinya.