Hari yang ditunggu tiba juga. Pihak travel sudah mengumumkan tempat dan jam untuk bertemu di bandara Soekarno Hatta di group whatsapp. Namun hanya satu peserta saja yang merespon pengumuman tersebut.
Nampaknya, semua peserta sudah kecewa dan dihantui oleh  ketakutan. Tetapi apa yang bisa kita buat sebagai peserta, kecuali menguatkan hati dan mental menghadapi perjalanan yang entah akan seperti apa di sana.
Akhirnya kami dipertemukan juga dengan para team dari pihak travel yang nampak tegang menghadapi peserta. Â Mereka berusaha menjelaskan dan menenangkan hati para peserta untuk tidak khawatir mengenai perjalanan ini.
Tiba-tiba ada keraguan lagi untuk melangkah mengikuti perjalanan ini, jujur takut ketularan virus di luar negri. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Keputusan tidak bisa diubah lagi, tetap harus pergi.
Saya berusaha mengalihkan pikiran yang gelisah dengan doa. Tangga demi tangga pesawat saya naiki sambil menguatkan iman dan berkata semua akan baik-baik saja.
Sebelum masuk pesawat, wajah saya dan ibu sudah tertutup dengan masker N-95 Â demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di pesawat seperti orang bersin atau batuk. Meski tersiksa dengan masker yang ketat dan bikin sesak nafas, tetapi saya rela memakainya demi keamanan diri sendiri.
Memasuki pesawat, kami disambut dengan pramugari-pramugari cantik dan ramah asal Timur Tengah. Hanya saja, saya heran mengapa mereka tidak menggunakan masker? Padahal pandemi ini sudah menjalar ke berbagai negara.
Karena melihat para pramugari tidak memakai masker, saya jadi berpikir bahwa Covid 19 ini tidak berbahaya, tidak seperti yang dibesar-besarkan media. Tetapi antisipasi tetap saya jalankan. Masker tetap menempel di wajah.
Saya menengok kiri kanan depan belakang, kursi penumpang banyak yang kosong. Pastilah karena banyak penumpang yang sudah membatalkan perjalanannya. Rasanya hanya orang-orang nekad seperti saya saja yang sedang berpetualang ke negara pandemi. Bukan nekad sih, terpaksa.
Daripada pusing mikirin bagaimana nanti di Eropa, saya kembali menutup mata berdoa untuk mengurangi kecemasan sampai akhirnya  ketiduran.
Pesawat berjalan mulus. Snack dan makanan lezatpun terhidang silih berganti sampai saya lupa akan ketakutan-ketakutan yang saya bawa dari Jakarta. Mungkin juga karena saya sudah pasrah. Akhirnya saya tiba di Abu Dhabi Airport, negara tempat transit sebelum menuju Munich, Jerman.