Tidak ada tanda-tanda ataupun berita munculnya virus baru di bulan Oktober. Oleh karena keadaan aman terkendali pada bulan itu, saya dan ibu memastikan diri untuk membayar jasa travel.
Awal mula berita Covid 19 muncul di Wuhan  adalah di bulan Desember 2019. Tidak ada yang menduga virus ini tanpa pamit menerobos masuk ke negara-negara Eropa termasuk Italia, negara yang akan menjadi target perjalanan kami.
Hati yang tadinya berbunga-bunga mau mengunjungi negara yang terkenal indah, lambat laun meredup dan berujung kecemasan mendengar wabah Covid 19 bergeser ke negara-negara lain termasuk Eropa.
Biaya perjalanan sudah dibayar penuh pada awal Februari 2020 dan group whatsaap peserta perjalanan tur Eropapun sudah terbentuk. Tetapi kabar menggemparkan Covid 19 menggoncang kegembiraan kami.
Isi chat yang berawal indah dengan perkenalan satu sama lain berubah menjadi tegang setelah mendapat kabar bahwa Italia, negara yang menjadi tempat landasan pesawat dan kunjungan pertama kami terdampak pandemi Covid 19 yang cukup parah.
Peringatan-peringatan dari anggota keluarga bahkan bos tempat saya bekerja tidak henti-hentinya saya terima  sejak akhir Februari di mana Covid 19 makin mengganas di Italia. Saya pusing memikirkan harus bagaimana, apalagi saya membawa ibu yang sudah lansia.
Bukan hanya saya yang panik, tetapi para peserta lainnya semua panik sampai memaksa pihak travel untuk membatalkan dan mengembalikan uang perjalanan dengan adanya pandemi mendadak ini.
Namun pihak travel masih berkeras bahwa KBRI maupun pemerintah Italia tidak me-lock down negaranya. Â Semua perjalanan masih sesuai itinerary.
Satu minggu sebelum keberangkatan, saya semakin stres memikirkan tekanan dari keluarga untuk membatalkan perjalanan, memikirkan berita-berita di internet dan TV tentang betapa bahayanya virus ini khususnya untuk para lansia. Â Sudah pasti, hal utama yang saya pikirkan adalah keselamatan ibu saya.
Saya tidak bisa tidur nyenyak, berdoa siang malam supaya Tuhan menolong saya untuk mengambil keputusan terbaik. Berita buruknya, jika saya membatalkan perjalanan, Â pihak travel hanya bisa memberikan refund sebesar 25 persen dari total biaya perjalanan.
Jelas saya tak rela jika mereka hanya mengembalikan refund sekecil itu. Tak rela pula visa seharga 1,7 juta per orang melayang begitu saja. Mereka mana  mau tahu bagaimana susahnya mencari uang demi perjalanan ini. Semua jadi serba salah. Dibatalkan, uang akan hangus. Tetapi bila dilanjutkan, saya harus siap berhadapan dengan si corona.