Mohon tunggu...
Rosda Yanti
Rosda Yanti Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Berapa Banyak Uang yang Sebenarnya Kita Butuhkan?

3 Januari 2024   16:53 Diperbarui: 3 Januari 2024   17:09 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Pulang kerja, lagi-lagi pemandangan yang sama. Biasanya El lagi di depan pembatas pintu atau lagi nonton tivi sendirian di ruang depan. Wajahnya kembali cemong-cemong seperti nggak keurus.

Suami seperti biasa, sedang sibuk ngurusin pesanan. Kadang juga lagi pusing mikirin ternyata ada pembelian di online yang di cancel karena dia tidak lihat karena lagi sibuk ngurusin El.

Sekitar jam 8 malam suami tutup warung dan sibuk beres-beres bahan jualan lalu tertidur dalam keadaan kecapean. Tidur seperti orang pingsan.

Aku maklum, hanya mengurus anak bayi saja sudah merupakan suatu tugas berat ditambah lagi sambil jualan makanan yang perlu dimasak dulu. Pasti melelahkan.  Karena berbagai pertimbangan kami tidak menitipkan atau mencari orang untuk momong El saat itu.

El yang lahir di masa pandemi yang jarang berinteraksi dengan anak-anak seusianya seharusnya diberi stimulasi lebih intens agar kemampuan sosial dan bicaranya bisa lebih baik. Namun hal itu kurang kami prioritaskan. Kami terlalu sibuk dan lelah untuk mikirin metode stimulasi segala macam.

Saat anak rewel, solusi termudah adalah dikasih hape dan nonton video di youtube. Sangat ampuh untuk bikin anak anteng. Tapi aku juga kuatir. Sampai kapan mau begitu terus? Hingga usia El dua tahun, dia belum bisa mengucapkan banyak kata-kata sebagaimana seharusnya pertumbungan anak seusianya.

Hal itu terjadi berbulan-bulan, sampai akhirnya aku merasa kesal. Kenapa hidup harus begini banget sih? Emang berapa banyak uang sih yang kita butuhkan? Seolah kami diperbudak oleh keadaan. Seolah ini adalah satu-satunya pilihan untuk menjalani hidup. Hidup tunggang langgang setiap hari hanya karena mencari duit yang tidak seberapa  juga, hingga anak harus terlantar nggak keurus.

Lalu akhirnya kami sepakat untuk suami fokus ngurus El dan membawanya ke dokter spesialis tumbuh kembang anak. Oleh dokter El disarankan untuk mengikuti  terapi wicara dan terapi okupasi. Untuk terapi ini kami menggunakan BPJS sehingga Pak Suami memang butuh waktu khusus untuk mengurus surat rujukan dan membawa El ke RSCM setiap minggu untuk mengikuti terapi.

Bersyukur Setelah mengikuti terapi beberapa bulan, El mulai mengalami kemajuan dalam berbicara dan fokus.

Kadang di akhir pekan suami dapat pesanan makanan, kadang juga nggak. Aku melakukan beberapa penyesuaian di anggaran belanja bulanan untuk bisa meng cover semua kebutuhan kami walaupun suami sedang tidak ada pemasukan dari bisnis nya.

Kadang aku ragu apakah pilihan ini salah? Bukankah kita bekerja untuk anak juga? Apalagi kebutuhan hidup makin hari makin banyak dan makin mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun