Sebagai wanita bertatus single untuk waktu yang lumayan lama, aku cukup kenyang dengan pertanyaan horor berbunyi, "Kapan nikah?"Â
Pertanyaan itu bisa datang dari mana saja secara tiba-tiba. Bisa dari orangtua, kerabat, sahabat, saudara, kawan maupun lawan. Tua muda, kaya maupun miskin, orang yang udah lama kenal, baru kenal dan belum kenal aja udah ada yang nanya. Sangat menggerahkan.
Bahkan aku pernah ketemu teman jaman SMA pas aku mudik ke kampung. Dari urusan basa-basi nanya kabar obrolan kami berlanjut ke curhat.
Dia sudah menikah dan isi curhatnya banyak berisi keluhan tentang ekonomi rumah tangganya yang memprihatinkan. Kelakuan suaminya yang cuek dan malas kerja sehingga dia harus bekerja keras untuk menopang kehidupan keluarganya.
Padahal semasa SMA, temanku yang cantik dan berpenampilan menarik ini termasuk primadona di sekolah. Banyak pria berlomba mendapatkannya dan melimpahinya dengan materi.Â
Kisah hidupnya membuatku prihatin, aku terhanyut oleh rasa sedih dan emosi.
Kemudian, tiba-tiba saja, dia berkata, "Terus kamu gimana? Kapan nikah?"
Lah?! Aku gelagapan dan terkejut mendengar serangan balik yang tak terduga itu.Â
Siapa yang menyangka bahwa dia akan melontarkan pertanyaan itu ditengah cerita tentang problematika pernikahannya?
Kecuali tadinya dia lagi cerita tentang betapa bahagianya hidupnya setelah menikah karena begitu dimanja dan dicayang-cayang suami, mungkin masih relevan melanjutkan dengan pertanyaan kapan giliranku.