Kita tentu familiar dengan nasehat, "Pada waktu pacaran bukalah mata dan telinga lebar-lebar dan setelah menikah tutuplah mata dan telinga rapat-rapat."
Nasehat ini sering diabaikan oleh orang-orang pacaran yang sedang dimabuk cinta. Alih-alih membuka mata dan telinga lebar-lebar, mereka malah cenderung menutup mata bahkan mengabaikan karakter buruk yang masuk kategori red flag pada pasangannya.
Hal ini juga yang pernah terjadi padaku ketika masih berusia 25 tahun. Ketika itu, aku punya target harus sudah menikah di usia 26 tahun, usia yang ideal untuk menikah bagi wanita menurut pandangan umum.
Pada waktu itu, aku berpacaran dengan seorang pria yang secara latar belakang ekonomi dan pendidikan cukup berpotensi menjadi pasangan ideal. Namun selama kami pacaran, aku melihat beberapa karakter buruk pada pria itu. Aku merasa tidak diperlakukan dengan cara yang sepatutnya dan aku seringkali dibuat bertanya-tanya, benarkah pria ini mencintaiku?
Walau begitu aku tetap bertahan dan tetap ingin hubungan itu berlanjut ke pernikahan. Aku merasa takut bila putus dengannya dan aku sulit menemukan pria lain untuk menikah di tenggat waktu yang begitu terbatas itu. Beruntung, akhirnya hubungan itu berakhir karena suatu hal.
Walau saat kami putus aku merasa begitu sedih dan patah hati, namun saat ini aku bersyukur bahwa aku dulu tidak jadi menikah dengannya. Karena aku bisa bayangkan bagaiamana buruknya dia akan memperlakukanku setelah kami menikah. Masih pacaran saja dia sudah berperilaku begitu.
Saat ini aku sudah menikah dengan pria yang tepat yang memperlakukanku dengan baik dan respect. Aku menikah pada usia 36 tahun dan ternyata tidak apa-apa juga walau dinilai terlambat dibandingkan orang-orang pada umumnya. Apa gunanya menikah cepat-cepat namun batin menderita?
Terkadang, selain faktor dimabuk cinta, seorang wanita yang dikejar-kejar target untuk segera menikah karena faktor usia juga bisa membuatnya lupa untuk berpikir rasional. Walaupun merasa ada karakter pasangan yang kurang berkenan di hati, namun tetap saja bertahan. Tanda-tanda bahaya tetap saja diterobos. Berpikir, yang penting nikah aja dulu, yang penting berganti status single ke married.
Padahal, keputusan untuk menikah adalah hal yang serius. Pasangan yang kamu pilih untuk menjadi suami bukan hanya akan berpengaruh besar pada kehidupanmu sendiri, namun juga mempengaruhi kesejahteraan anak-anakmu kelak.
Masa pacaran seharusnya adalah masa penjajakan untuk seseorang mengenal lebih dalam karakter pasangannya sebelum memutuskan apakah mereka bisa melanjutkan hubungan itu ke jenjang pernikahan atau tidak.
Oleh sebab itu, memang harus membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk menilai pasangan dengan rasional. Jangan terlalu cepat percaya bahwa pria tersebut adalah kiriman khusus dari surga sebagai jawaban dari doamu selama ini. Jangan terlalu cepat memenuhi pikiranmu dengan khayalan-hayalan indah akan kehidupan pernikahan yang serba indah.