Di era perkembangan teknologi yang begitu pesat. Peran guru sebagai satu-satunya sumber ilmu kini mulai tergantikan dengan teknologi. Kini peserta didik bisa mendapatkan ilmu dari mana saja. Pendidikan formal seperti sekolah perlu mengadopsi perubahan dalam menghadapi tantangan besar pemenuhan kebutuhan belajar yang beragam dari peserta didik. Pembelajaran abad 21 dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi muncul sebagai solusi yang efektif untuk menjawab tantangan tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi memberikan pendekatan metode pembelajaran yang menyesuaikan minat, kesiapan, dan gaya belajar masing-masing siswa. Melalui artikel ini, kita akan membahas bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mencapai target kurikulum yang memerdekakan guru serta peserta didik.
Konsep umum pembelajaran abad 21 yang diintegrasikan dalam kurikulum merdeka merubah sistem pendidikan yang mulanya berpusat pada guru (teacher centered) kini menjadi berpusat pada siswa (student centered). Dalam artian, siswa merupakan subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitatornya. Harapannya, keterampilan yang dimiliki peserta didik dalam pembelajaran abad 21 ini meliputi 4C’s (critical thinking, communication, collaboration, dan creativity). Perlu kita ketahui bahwa peserta didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda, peserta didik yang cepat dalam belajar akan mudah bosan jika pembelajaran yang sama terus diulang, sementara jika pembelajaran terlalu cepat maka peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lambat akan kelelahan dalam belajar. Untuk itu perlu adanya pembelajaran yang menyesuaikan kemampuan mereka.
Penyesuaian metode belajar dengan kemampuan peserta didik ini dapat diterapkan melalui konsep pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang menyesuaikan kemampuan peserta didik yang dilihat dari kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik (Yanuarini et al., 2023). Penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini mampu menciptakan pembelajaran yang inklusi (menyeluruh) kepada seluruh peserta didik dengan kemampuan serta gaya belajarnya masing-masing. Terdapat empat aspek diferensiasi yang dapat guru terapkan untuk pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat memilih salah satu maupun keempatnya dari aspek berikut:
- Diferensiasi konten, terkait apa yang dipelajari peserta didik dan dari mana mereka mulai. Misalnya, pada pelajaran Bahasa Indonesia peserta didik perlu membuat teks naratif, maka guru dapat memberikan peserta didik memilih konten sesuai dengan minat peserta didik.
- Diferensiasi proses, cara guru memberikan proses pembelajaran. Misalnya dengan pembelajaran menyesuaikan gaya belajar kinestetik, audio, visual, tes tulis dengan diferensiasi soal, maupun pembelajaran post to post.
- Diferensiasi produk, cara peserta didik mendemonstrasikan hasil pembelajaran. Misalnya dengan membuat vlog, poster, mindmap, lagu, cerita, dan sebagainya.
- Diferensiasi lingkungan belajar, yaitu kondisi kelas dalam belajar. Misalnya tenang, individu, maupun berkelompok.
Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi di dalam negeri, berbagai penerapannya sudah terlaksana dengan baik dan dapat menjadi acuan pembelajaran untuk kita. Seperti yang dibuktikan dalam penelitian berjudul “Pendekatan Berdiferensiasi Solusi Pembelajaran dalam Keberagaman”. Jurnal tersebut menganalisis 14 artikel jurnal yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi pada objek penelitian masing-masing. Hasilnya, pemetaan kesiapan belajar peserta didik melalui pendekatan gaya belajar lebih memberikan pembelajaran yang bermakna, natural, dan efisien (Wulandari, 2022). Melalui diferensiasi produk, pembelajaran berdiferensiasi juga membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih optimal karena produk yang dihasilkan sesuai dengan minat mereka (Herwina, 2021).
Namun, pada pelaksanaannya terdapat tantangan praktik pembelajaran berdiferensiasi, seperti kurangnya pemahaman guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, baik terbatas karena waktu, sumber daya, maupun perbedaan kemampuan peserta didik yang sangat ekstrem (Marzoan, 2023). Tantangan selanjutnya yang muncul dalam perubahan sistem pembelajaran adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan guru yang sudah terbiasa dengan metode pembelajaran tradisional. Pelatihan mengenai sistem pembelajaran berdiferensiasi yang kurang tersebar di tempat-tempat terpencil juga menjadi tantangan penerapan pembelajaran berdiferensiasi.
Terhambatnya pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi yang optimal tidak hanya dari tantangan praktiknya, namun terdapat miskonsepsi yang sering terdengar dikalangan guru sehingga pembelajaran berdiferensiasi tampak sulit untuk dilaksanakan. Miskonsepsi tersebut menggiring opini bahwa guru perlu mengajar 28 peserta didik dengan 28 cara yang berbeda, guru perlu memperbanyak jumlah soal untuk anak yang cepat dalam belajar, guru perlu mengelompokkan anak yang pintar dengan pintar dan yang belum berkembang dengan yang belum berkembang, serta guru perlu memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.
Kenyataannya, pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson (2001) adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap peserta didik. Pada hakikatnya guru perlu memandang peserta didik itu berbeda dan dinamis. Mereka memiliki potensi dan bakatnya masing-masing sesuai dengan bagaimana dan dimana mereka memperoleh pengalaman dan kematangan berfikir (Fitriyah & Bisri, 2023). Hal yang perlu diperhatikan guru dalam memenuhi kebutuhan belajar setiap peserta didik bisa dilakukan dengan beberapa hal berikut:
- Menyediakan pendekatan konten, proses, produk, dan lingkungan belajar yang sesuai dengan minat, gaya belajar peserta didik (Gusteti & Neviyarni, 2022). Peserta didik diberikan kebebasan dalam mendemonstrasikan hasil kerja mereka.
- Menggunakan asesmen yang berbeda serta rubrik penilaian sesuai dengan kemampuan bakat peserta didik. Misalnya untuk peserta didik yang memiliki public speaking bagus, guru lebih mengkonsenkan asesmennya pada kemampuan komunikasinya, lalu untuk peserta didik yang lebih menyukai desain, maka guru dapat menilai melalui hasil karya desain yang ia buat.
- Menempatkan fokus pada kualitas dibandingkan kuantitas pembelajaran. Memberikan pembelajaran yang bermakna dan relevan bagi kehidupan peserta didik jauh lebih penting dibandingkan menyampaikan banyak materi yang hanya memberikan sedikit manfaat bagi mereka.
- Menciptakan pembelajaran yang hidup. Pembelajaran yang hidup berarti pembelajaran yang dinamis, interaktif, dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran ini bukan sekedar memberikan informasi untuk dihafal kepada peserta didik, namun bagaimana pembelajaran tersebut dapat membekas di pikiran dan perasaan peserta didik melalui pembelajaran yang menarik, sehingga mereka dapat mengaitkan materi belajar dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat membangun lingkungan belajar yang lebih responsif terhadap perbedaan kebutuhan peserta didik. Pendekatan ini bukan berarti guru perlu memberikan pembelajaran yang berbeda untuk setiap individu, melainkan bagaimana guru merancang konten, produk, proses, lingkungan belajar, serta asesmen yang sesuai dengan minat, kesiapan, gaya belajar peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta dapat mengekspresikan keterampilannya sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna, di mana guru mendukung dan menghargai dalam proses belajar mereka. Hasilnya, mereka tidak hanya memahami pelajaran dengan lebih baik, tetapi juga tumbuh sebagai individu yang percaya diri dan mampu menghadapi tantangan di masa depan.
REFERENSI
Fitriyah, F., & Bisri, M. (2023). Pembelajaran Berdiferensiasi Berdasarkan Keragaman Dan Keunikan Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Review Pendidikan Dasar : Jurnal Kajian Pendidikan Dan Hasil Penelitian, 9(2), 67–73. https://doi.org/10.26740/jrpd.v9n2.p67-73
Gusteti, M. U., & Neviyarni. (2022). PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KURIKULUM MERDEKA. Lebesgue: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Matematika, Dan Ilmu Statistika, 3(3), 170–184. https://doi.org/10.4324/9781003175735-15