.... Sayangnya ini sebuah kisah nyata (saya), mungkin juga sebagian orang? Percakapan BBM dengan seorang teman bernama Han*; Ocha kemarin telpon? Trus aku telpon balik ga keangkat. Tadi pagi aku telp juga tidak diangkat. Tadi siang Ocha telpon aku yang ga angkat. Ga papa, Han. Cuma mau tanya kenapa telpon aku waktu itu pagi-pagi. Trus ada pesan di WA. Oh, waktu itu mau tanya kenapa kamu telpon kemarin sorenya. Tanya lewat WA ngga dijawab. Aku baru sampai bandara jadi ngga bisa angkat telpon. Baiklaaah. Jadi sebenarnya yang telpon duluan siapa yah? #gubragkkh Kamu kayaknya, Cha. Udah lupa soalnya hehe.. Gimana, kabar baik? Baik. Han* apa kabar? Baik. .................. Sementara percakapan lewat WhatsApp dengan orang yang sama; Telpon ga diangkat kenapa? (balesan saya) Besok pagi aku telpon balik. .................. Apa persoalan percakapan diatas? Saya rasa bukan persoalan siapa yang duluan melakukan kontak, tetapi sebenarnya apa alasan orang pertama melakukan kontak, bukan? Too much gadget will kill you. Terlalu banyak alat (komunikasi) akan membunuhmu. Semoga kalimat tersebut tidak terlalu berat untuk dicerna. Seperti yang kita yakini bahwa di era teknologi (canggih) sekarang ini banyak sekali tool(s), sistem maupun aplikasi yang dilahirkan secara membabi buta oleh seorang penemu, penggagas teknologi. Dimulai dengan munculnya pesawat telpon, terus berkembang menjadi mobile phone atau yang biasa kita sebut dengan handphone ataupun cell phone, sesuai dengan nama piranti dan fungsinya. Mobile phone terinspirasi oleh gerak si pengguna yang berpindah-pindah atau mobile. Penamaan yang sesuai dengan bentuknya yang sederhana dan cukup fleksible dalam satu genggaman (handphone) ataupun dengan istilah dari para engineer yang merumitkannya dengan istilah cell phone, perangkat telepon yang aktif dan dipicu oleh jaringan kasat mata, fiber optik atau menyerupai sell. Tentu saja ada sebuah tujuan yang diinginkan penemu atau penggagas teknologi tersebut. Selain gol awal untuk memudahkan komunikasi antar manusia, selanjutnya berkembang untuk menciptakan komunikasi yang (lebih) praktis, (lebih) mudah dan (lebih) murah (walaupun kembali lagi kita harus melihat apakah akan tetap disebut murah ketika handphone tersebut berharga mahal?). Kemajuan terus berkembang lagi dengan inovasi aplikasi-aplikasi yang mampu dilekatkan pada sebuah handphone tersebut, sebut saja Friendster, Facebook, Twitter, WhatsApp - yang dikelompokkan dalam satu tipe social media? Kemudian muncul BBM (yang tadinya hanya via BlackBerry), Line, Path, WeChat, Kakaotalk dan lain-lain yang saya sendiri terus terang tidak cukup akrab dengan mereka. Lalu mengapa mereka yang saya kategorikan sebagai alat (komunikasi) mampu membunuh? Sebenarnya kata "Kill" yang saya maksud tidak secara literally membunuh. Tidak ada virus yang disebarkan, tidak ada bakteri yang ditularkan. Tidak ada senjata (berbahaya dan tajam) yang sekiranya dapat membuat seorang manusia kehilangan nyawanya. Hanya saja, saya dapat melihat bahwa dari percakapan yang benar-benar saya sadur diatas ada sebuah pesan penting yang tersirat. Pesan yang bukan benar-benar tersampaikan lewat sebuah percakapan (baik BBM ataupun WA) tetapi pesan dibalik percakapan kosong yang dilakukan. Mengapa saya bilang percakapan kosong? Tentu saja, (baik saya maupun) anda tidak akan bisa melihat inti ataupun informasi yang mampu dicerna dan tersampaikan dengan sempurna baik oleh saya maupun oleh Han, teman saya tersebut bahkan informasi singkat terakhir mengenai kabar keadaan keduanya (baik saya maupun teman saya tersebut). Lalu dimana fungsi gadget yang kita mengerti pada mulanya merupakan alat untuk mempermudah komunikasi tadi? Belum lagi setiap orang berlomba-lomba mengunduh semuanya tanpa memilah-milah fungsi dan keperluannya. Sehingga tanpa sadar kita menciptakan perputaran pertemanan dalam dunia maya. Dunia dimana pelakunya adalah orang-orang yang sama yang mungkin tanpa pernah berkomunikasi secara langsung, bertatap muka langsung, berbagi ilmu dan pengalaman langsung, atau sekedar bersenda gurau langsung. Inikah yang kita sebut memudahkan komunikasi? Persis saat makna dari berkomunikasi itu sendiri hilang. Seorang teman pernah mengatakan kepada saya bahwa mereka yang ditemui(nya) di dunia maya lebih nice dengan sosok yang sesungguhnya. Sungguh mengerikan. Pernahkah kita menelaah bahwa teman-teman yang ada pada Twitter adalah orang-orang yang sama pada kontak BB? Atau orang-orang yang ada pada Line adalah mereka yang terkoneksi pada WhatsApp? Dan mereka yang menjadi teman pada Facebook adalah dia yang selalu upload foto di Path? Hmm.... sungguh ironis bukan? Sehingga pantaslah saya merasa bahwa jiwa manusia sebagai pribadi yang sesungguhnya, pribadi utuh memang terbunuh oleh banyaknya (kemunculan) gadget. Note : * nama seorang teman yang disamarkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H