Panasnya kantorku, 15 Â februari 2012
Terpaku aku pada undangan pernikahan salah seorang temanku. Undangan warna biru muda itu, dengan foto wajah sumringah keduanya sebagai sampulnya.
Tak terasa air mataku turun tak terbendung.
Aku turut berbahagia atas menikahnya temanku.
Hatiku miris teriris.
Valentine kemarin menyisakan sedikit kegetiran yang menelangkupi hatiku.
Ketika aku bertanya rencana pernikahan pada dia, seorang yang mengisi hari-hariku yang menurutku dialah calon pendampingku kelak, jawabnya tak menentu.
bukannya aku ikut-ikutan teman-temanku yang telah mendahului menikah atau merasa iri karena merasa tertinggal karena notabene sampai sekarang aku masih belum menikah apalagi punya momongan.
bukan itu, sumpah bukan itu.
hatiku sedih, sedih yang amat sangat terasa sedih.
sedih karena ketidakpercayaanmu terhadap cintaku, sedih karena kamu tidak mau mengusahakannya lagi untuk bertemu orang tuaku terlebih ibuku, sedih dengan prinsip yang kamu dipegang tentang pembuktian cintaku padamu.
sedih dengan sikapmu terhadapku, yang terkadang memperlakukanku hanya seperti pelengkap saja. Atau aku hanya memang hanya sebagai pelengkap atau hiasan pajangan saja yang berarti antara ada ataupun tidak adanya aku dihidupmu tidak memiliki arti
Aku mencintaimu.
sungguh, aku sangat mencintaimu.
tapi ketika aku ditanya engkau dapat buktikan apa kalau aku mencintaimu, hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulutku.
maaf, aku tidak bisa membuktikan apa – apa.
sedikitpun tidak.
aku tak tahu harus berkata apa untuk menunjukan bukti itu padamu.
aku memang tak punya bukti itu.
maaf, seribu maaf...
yang aku tahu hanyalah, hariku kalut ketika tak mendengar suaramu.
yang aku tahu hanyalah, betapa aku bingung dan layaknya orang gila ketika nomor teleponmu tidak kau angkat.
yang aku tahu hanyalah, perutku mendadak kenyang walaupun saat itu aku lagi sangat kelaparan dan hatiku remuk tak karuan ketika  handphonemu tidak aktif.
yang aku tahu hanyalah, aku rela menggadaikan harga diriku demi melihatmu tersenyum senang saat aku tahu kau memperoleh sesuatu yang menurutku sangat kau butuhkan dan ternyata itu bisa mendongkrak harga dirimu di mata orang lain.
yang aku tahu hanyalah, sesaknya dadaku ketika aku tahu dirimu sakit. bertambah sesak dan tak bisa bernafas ketika aku tidak bisa melakukan apa - apa, walaupun secara pengetahuan aku mampu.
yang aku tahu hanyalah, aku rela berpuasa agar aku bisa beli pulsa untuk tetap meneloponmu karena itulah resiko long distance relationship. Bagiku mendengar suaramu sama artinya dengan makan.
yang aku tahu hanyalah, aku rela tak pergi kemana – mana selain kantor dan rumah serta mengundurkan diri dari segala aktifitas yang kusenangi agar kau tidak berfikiran macam – macam lalu kau akan menuduhku yang bukan – bukan sehingga nantinya berbuahkan pertengkaran.
Yang aku tahu hanyalah, aku ingin membuatmu senang walaupun itu melanggar prinsip – prinsip yang aku pegang. Walaupun ternyata hasilnya itu gagal dan kau menolaknya serta tetap tak mempercayaiku bahwa aku mencintaimu.
Apakah darah keperawanan harus dikorbankan pula agar engaku bisa mempercayaiku bahwa aku mencintaimu?
Apakah mimipiku untuk bersanding disisimu hanya akan menjadi bunga tidurku saja?
wanita yang selalu mencintaimu
walaupun kepercayaanmu akan cintaku (mungkin) tak akan pernah aku raih.
wanita yang akan selalu mendaraskan doa disetiap waktunya
hanya untukmu
untuk kebahagiaanmu seorang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H