Mohon tunggu...
Rosalia Dita
Rosalia Dita Mohon Tunggu... karyawan swasta -

hamba adalah sebutir pasir tak kentara yang memohon untuk dijadikan perpanjangan tanganNya sehingga senang melihat orang yang berada di dekatku tertawa, bahagia dan nyaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Om eo, Om eo

6 Januari 2012   05:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:15 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

semalam aku tidur di tempat sahabatku. bukan karena apa, tapi karena kamarku mengingatkannya akan dia. orang yang aku cintai dan menurutku dia adalah teman sepadanku. pulang jam 5 pagi kemudian mandi dan melanjutkan aktifitas keseharianku yang kaunggap monoton. kerja… kerja…dan kerja. tapi sudah 2 hari ini  badaku di tempat kerja dan tanganku melakukan pekerjaan itu tapi hati dan pikiranku tak berada di tempat. aku malah asyik dengan fb, twiteer, kompasiana, dan blogging. banyak yang aku temukan disana. kata – kata bijak dan artikel bijak. kenapa ku sebut bijak? karena apa yang aku temukan itu sesuai dengan apa yang aku rasakan saat ini. kekasih yang tidak ada komunikasi sama sekali. sungguh sedih dan menyakitkan hati. dipikirnya aku hanyalah arca yang diam saja diperlakukan apapun itu. luka itu menusuk begitu dalamnya karena cintaku juga lebih dalam dari itu. tapi aku masih mencintaimu dan masih ingin tetap bersamamu menghabiskan sisa hidupku. jam kerja berakhir, dan aku pulang. sampai di depan pintu rumah, ada fellin. fellin, anak umur 2 tahun yang mulai ngoceh. dia anak dari menantu kos tempat tinggal ku sekarang. dia mengajak bermain. tapi ditengah-tengah waktu itu, hal yang mengejutkan terjadi. dia tiba – tiba memanggil “om…om..” sontak saja aku kaget, om siapa yang dimaksud??? lalu tanyaku, “om siapa fellin, om theo apa om oni?” “om eo..” jawabnya dengan vocabulary yang belum lancar itu. ada perasaan getir ketika mendengarnya. kuulangi pertanyaanku dengan maksud untuk menegaskan lagi. jangan2 dia hanya mengikuti kata saja, karena anak seumuran fellin akan mengikuti kata yg dibelakang atau didepan dari kalimat yang paling akhir. “om oni atau om theo, fellin?” dengan kata-kata yang belum jelasnya dia menjawab dengan lantang “om eo… om eo…” miris aku mendengar jawabannya. ” fellin pengen ketemu om theo ya…,” tanyaku lagi. “iya,” sambil menganggukan kepala dengan mantap. bingung buat jawabmya. dan khirnya aku hanya tertawa ngakak saja. jujur, aku rindu padanya fellin, so jangan mengulangnya lagi yaw, teriakku dalam batin. sudah 3 hari dia mengulang – ulang nama itu. tapi namanya anak kecil, pastinya gak tahu apa yang aku dirasakan. fellin terus saja menyebutnya. akhirnya aku melarikan diri dengan menyibukkan diri. hang out bersama sahabatku. ke royal plasa surabaya kami pergi ke salah satu toko buku terbesar di sana. aku pergi ke rak buku pendidikan karena aku mencari buku yang berkaitan tentang penelitianku. tiba – tiba jantungku berdetak sangat kencang. entah ada apa, aku tak pernah tahu. biasanya degup jantung itu datang karena ada sesuatu dengan salah seorang yang terdekat denganku. pikiranku langsung ke dia, teman sepadanku. ada apa dengannya? lindungi dia ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa – apa. amin. doa singkatku untuknya. aku pun beralih ke rak buku yang lain. rak buku tentang program komputer. rak buku yang selalu dia tuju pertama kali bila teman sepadanku itu aku ajak ke toko buku. jantungku kian berdegup kencang. rasanya mau loncat saja jantungku keluar. Tuhan ada apa ini? akhirnya aku pindah ke rak buku lain. rak buku novel dan teenlit. melihat buku-buku yang semua tentang cinta. satu persatu aku melihatnya, siapa tahu tertarik dan akhirnya membelinya. maklumlah salah satu hobiku adalah membaca dan mengkoleksinya. satu buku aku lihat, beranjak ke buku ke dua, ketiga dan sampai ke buku kelima. aku merasakan nafasku mulai sesak, aku berusaha mengirup udara lebih dalam agar mampu mendapatkan oksigen lebih banyak. dadaku serasa tidak mau mengembang, semakin sesak dan terus bertambah sesak, ditambah lagi dengan jantungku yang berdetak lebih kencang lagi. apakah aku alergi debu buku? seingatku tidak. ada apa dengan tubuhku, aku merasakan suatu ketidakberesan. aku tak mau konyol dengan pingsan di toko buku. aku putuskan untuk pergi ke bagian display buku yang didepan. puji Tuhan berkurang, walau tak banyak. aku menjadi lebih tenang. aku baca lagi satu persatu resensi buku-buku itu. tak ada yang menarik. aku heran dan bertanya – tanya lagi, ada apa ya denganku tadi. kalau itu karena hatiku yang masih sakit, akan ku coba untuk melawannya. aku bisa, dan aku harus bisa. kulangkahkan kaki kembali ke rak buku itu. tidak terjadi apa-apa. puji Tuhan… satu menit kemudian, kepalaku mulai pusing. berdenyut – denyut tak karuan. jantungku mulai berdetak kencang melompat – lompat ingin keluar dari rongga dadaku. nafasku mulai tercekat, sesak. sepertinya oksigen di udara ini serasa habis. aku menyenderkan kepalaku ke ujung rak buku, berharap membaik. ternyata sama saja, tak berubah. Tuhan, pekikku dalam hati. sampai seperti inikah rasanya sakit hatiku. sampai parahkah perasaanku menguasai ragaku. kemudian ku mencoba melangkahkan kaki, berat. tapi harus kulangkahkan. kaki kiriku melangkah,  kuganti dengan kaki kanan. satu langkah berhasil, lalu kucoba lagi. dan berhasil… akhirnya aku berada di display buku diskon di depan. kenapa itu terjadi padaku, Tuhan. aku tak pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya. apakah karena cintaku terlalu dalam untuknya. “om eo…” kata itu tiba – tiba menerjang masuk di telingaku. Tuhan, apakah gara – gara dia. sudah, aku menyerah Tuhan. aku tak sanggup melawannya. aku pasrah. aku tak mau lagi mencoba untuk kembali ke rak buku itu. ku tarik nafas panjang, untuk menguatkan hatiku. tiba – tiba sahabatku muncul dengan senyum yang mengembang. senyumku mengimbanginya. dia bertanya, “ada apa, kenapa mukamu pucat sekali?” aku hanya menggelengkan kepala. “tak apa”, jawabku singkat lalu kita keluar toko buku itu dan di hall mall tersebut ternyata ada lomba musik. Lomba musik, wah asyik nie. aku berhenti sebentar untuk melihatnya. terpukau aku akan kelihaian jari jemari anak itu ketika menari nari diatas tuts. suara keyboard yang beradu dengan indahnya. aku terlena… selesai itu, berganti dengan drum. dia main dengan 5 simbal. tangannya seperti perang tetapi menghasilkan suara serta ketukan yang pas. nyaman didengarnya. wah bisa masuk nominasi untuk menang ini, pikirku. tiba – tiba pikiranku melayang, keseseorang yang menurutku adalah teman sepadanku. yang nantinya kurencanakan untuk jadi teman selama sisa hidupku. aku jadi teringat dia waktu main drum. “wah jadi keingat dia,” celetukku. sahabatku mendengarnya, “memang kurus begitu bisa?” belaku, “ya bisalah, dia kurus seperti itu tapi tenaganya kuat sekali” yaaaahhhh… akhirnya aku memang akan terus memikirkanmu. dirimulah yang menari – nari dipikiranku bahkan sudah sampai dibawah alam sadarku. om eo ku sayang…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun