Mohon tunggu...
Rosalia Adisti
Rosalia Adisti Mohon Tunggu... -

Karyawati yang ingin terus menabung :D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanggapan terhadap Artikel BeritaSatu: Soal Penyerangan di Yogyakarta, Kapolri: Rumah Jangan Jadi Tempat Ibadah

3 Juni 2014   16:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanggapi artikel BeritaSatu: http://www.beritasatu.com/nasional/187576-soal-penyerangan-di-yogyakarta-kapolri-rumah-jangan-jadi-tempat-ibadah.html :)

Judulnya membuat saya berteriak dalam hati "WHAT? THIS IS PLAIN CRAZY!". Setelah dibaca artikelnya, ada konteksnya: "Yang saya maksud rumah tidak boleh dijadikan tempat ibadah itu adalah jika rumah berfungsi sebagai tempat ibadah rutin. Seperti misalnya salat jumat rutin, kebaktian rutin, itu yang tidak boleh."

Rutin? Rutin dan sering maksudnya? Teman saya bahkan ada yang mengadakan pengajian tiap bulan di rumahya dengan mengundang ustad.. Pasti umat lain ada juga yang seperti itu. Sepertinya susah ya mengadakan kegiatan ibadah rutin di rumah? Kalau misal membuat acara makan-makan/pesta/acara silaturahmi (?) (rumah orang terkenal atau petinggi partai yg biasanya ada acara?) di rumah sebulan sekali, apakah juga kira-kira akan diserang (dan jadinya tidak dibolehkan oleh kapolri, karena sulit diawasi)?

Saya mengerti sih logikanya; karena memang rumah pribadi dan rumah ibadah itu nature-nya beda, di mana mungkin di rumah ibadah ada lalu-lalang jemaat dan gangguan suara (berisik). Tetapi Pak Kapolri yg mengatakan kalimat tersebut (rumah jangan jadi tempat ibadah) untuk kasus penyerangan di Yogyakarta, terutama kasus kedua (perusakan bangunan di Dusun Pangukan, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman yang dipakai umat Kristen untuk menjalankan kebaktian) rasanya jadi tidak terlalu tepat karena sebelumnya ada kasus pertama (pembubararan dan penganiayaan jemaat Katolik yang terjadi di Kompleks Perumahan STIE YKPN, Ngaglik, Sleman).. Jadi ambigu karena sepertinya doa rosario saja tidak boleh.

Oh this is plain crazy.

Yang jelas, yang paling membuat saya syok untuk kedua kasus penyerangan ini adalah kedekatannya dengan saya: saya orang Jogja. Keluarga dan teman-teman saya di Jogja. Eyang saya sering ikut sembahyangan (mungkin termasuk rosario?), baik itu menyelenggarakan di rumah atau di rumah anggota jemaat yang lain. Saya ingat dulu sering mendapatkan undangan yang diselipkan di bawah pintu rumah, lalu akan saya taruh di atas piano & saya mengatakan ke eyang bahwa tadi ada undangan sembahyangan. Oh iya, eyang saya Katolik.

Bisa jadi keluarga dan teman-teman saya yang jadi korban penyerangan-penyerangan tersebut.

Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang dimurkai Allah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun