Mohon tunggu...
roro joko
roro joko Mohon Tunggu... -

sekedar angin, membawa dingin, membawa air, membawa aroma, tanpa pernah memilikinya .....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perselingkuhan Dua Jeruk...

29 April 2010   18:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_128987" align="alignleft" width="297" caption="source : 4.bp.blogspot.com"][/caption] Mas Jarot tiba-tiba menyapa di fesbuk, menyeruak dari masa lalu, tiga-lima tahun yang lalu. Kami pernah bersama, berpacaran secara serius selama beberapa bulan, bahkan mungkin lebih dari setahun. Hubungan kami berpasang surut dan tidak selalu dalam kebersamaan. Dia sudah menikah sedang aku masih tinggal bersama orang tua. Akhirnya aku kontrak satu kamar dekat pasar, tempat dimana dia bekerja dan aku dibukakan satu kios kecil berjualan pulsa hape. Kami sering bertemu di siang hari, bahkan kadang dia mengunjungiku pada dini hari, sebelum memulai kerjanya di pasar. Orang-orang tidak curiga sekalipun dia sering tidur di kamarku, karena kami sama-sama lelaki. Dia sayang padaku, akupun sayang sekali padanya, tapi masing-masing kami selalu selingkuh, dia tahu dan aku juga, tapi kami tidak pernah meributkannya. Hanya bila perhatiannya terlalu terambil oleh brondong-brondong lain, akupun kadang marah, dan ia seringkali mengalah. Melepas brondong itu dan kembali padaku. Lelaki tetaplah lelaki dengan segala beban hormonalnya, hubungan antar lelaki seperti kami susah untuk bermonogami, setia pada satu pasangan. Mungkin itu kutukan bagi para homo, saling mengerti kebutuhan dan keinginan membuat hubungan kami terjaga pada keadaan yang "baik". Sesekali kami mengundang orang lain main bertiga, menambah variasi dalam hubungan kami yang kadang mengering. Aku bisa menjaga dirinya, menjaga keluarganya agar tidak tahu siapa dia dan siapa kami sebenarnya. Hubungan kami sebatas teman kerja, yang akrab seperti saudara, padahal sebenarnya berbeda, lebih dari itu. Kebetulan Mas Jarot dan aku tidak punya gaya-gaya melambai, kami berpenampilan straight dan tidak berlebihan sebagaimana kebanyakan orang yang bekerja di pasar. "Yok opo kabare Le ? Ga kangen tah karo kangmas e ? Ketokan ne wis makmur, nek mudik ojo lali ngabar-ngabari, cek iso ketemuan. Kuangen aku rek " "Kabarku baik Mas, Kangen juga sama semua disana. Belum makmur benar, masih perlu banyak usaha, didoakan ya ?  Belum ada rencana pulang, tapi nanti pasti aku kabari Mas" Mas Jarot memodali kiosku, memberikan aku kail untuk memancing rejeki ku sendiri sehingga aku bisa mandiri, tidak selalu menengadahkan tangan padanya. Dua tahun lalu kuliahku sudah berantakan karena tidak bisa membayar SPP dan aku tinggalkan untuk bekerja di kapal beberapa bulan. Semula aku ingin mencari uang untuk bisa kuliah lagi, tapi ternyata pekerjaan itu juga tidak banyak menghasilkan uang. Aku kembali pulang dengan tangan hampa, kuliah terbengkalai tinggal mimpi. Setelah kiosku jalan dan ada penghasilan aku kembali kuliah di Universitas swasta, mengambil keguruan yang konon sarjana S1 nya bisa ditempuh dalam dua tahun, yang penting duitnya lancar. Aku bertemu Bapak, seorang Boss besar dari Jakarta yang sedang ada urusan bisnis di kota ku. Bapak mungkin sengaja datang ke kiosku untuk menemui aku, beli pulsa hanyalah alasan saja. Aku sendiri sempat bermain mata dengan Bapak dan akhirnya dia mengundangku ke hotelnya. Malam itu aku berselingkuh dengan Bapak, dia memberiku kartu nama, menawariku pekerjaan di Jakarta, menjadi sopir dan assisten pribadinya, di mobil dan di ranjang. Beberapa hari pikiranku bimbang antara Mas Jarot dan kuliahku yang sudah jalan beberapa bulan dengan tawaran bekerja di Jakarta. Bencana, mas Jarot ketahuan lagi bercinta dengan brondong oleh istrinya. Benar-benar ceroboh membawa brondong ke rumahnya selagi istrinya pergi. Ketika mendadak istrinya pulang, mereka berdua masih telanjang di kamar. Perempuan itu pingsan, ketika tersadar menangis dan berteriak teriak histeris, minta cerai. Aku diminta menyingkir sementara agar tidak jadi bahan tudingan dan amukan. Kemelut itu membuatku berangkat ke jakarta, menemui Bapak dan berkerja di sana. Aku tinggal di bagian belakang rumah Bapak, dekat kamar pembantu dan pekerja rumah tangga lainnya. Bapak tidak punya anak, istrinya seorang perempuan karier yang berpenampilan anggun dan megah, seperti Nyonya-nyonya dalam sinetron. Ada Ibu mertua Bapak yang sudah udzur di rumah tersebut, mereka bertigalah penguasa rumah dengan pembantu enam orang termasuk aku. Didepan istrinya Bapak bersikap biasa kepadaku, seperti kepada pekerjanya yang lain. Tapi kami seringkali melewatkan waktu setelah makan siang di hotel-hotel geredek yang bertebaran di Ibukota. Disana Bapak menunjukkan sikap yang jauh berbeda, bisa santai dan tergelak gelak dengan candaku. Kasihan Bapak, tidak bisa memiliki dunianya sendiri, terjebak dalam sandiwara seumur hidupnya. "Isih kerjo karo Babeh Le ?  Nek ga krasan muliho wae, Mengko tak bukakno kios sing gede ndik pasar sore. Aku wis pegatan Le, mbujang saiki" "Aku sudah tidak kerja sama Bapak lagi Mas, sekarang kerja di Pabrik di bagian HRD nya, dikrasan-krasankan sekarang. Wah kok jadi cerai Mas, aku minta maaf dan ikut prihatin, semoga semua jadi lebih baik." [caption id="attachment_128989" align="alignright" width="300" caption="source : www.indonesiaindonesia.com"][/caption] Bagaimanapun Bapak lah yang membuka jalan ke masa depanku. Sebulan sebelum beliau naik haji, aku dititipkan di Pabrik milik relasinya, diaku keponakannya. Dengan dukungan Bapak dan kemampuanku, posisiku disini semakin baik dan menguat. Bapak sudah tidak pernah mengajak ku ke hotel lagi, kami kadang bertemu dan makan bersama, cinta itu sudah berubah menjadi sayang. Sedangkan cinta yang kubutuhkan kudapatkan dari orang-orang lain, berganti ganti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun