Sejak awal penanganan Covid-19, pemerintah pusat dan daerah bekerja tidak selaras, paling kentara dipertontonkan kepada publik adalah soal kebijakan karantina wilayah.
"Para kepala daerah saya minta jangan membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi".
Pernyataan Presiden Jokowi merespon tindakan beberapa kepala daerah yang jalan duluan menerapkan karantina wilayah.
Walikota Tegal menjadi kepala daerah pertama yang berani mengambil kebijakan karantina wilayah, menutup akses jalan 49 titik menggunakan beton seberat dua ton pada 30 Maret.
"Saya lebih baik dibenci oleh warga saya, daripada nyawa warga saya menjadi korban" Demikian ujar Walikota.
Meskipun akhirnya akses dibuka kembali pada 2 April dengan alasan menjadi ruwetnya pengaturan lalu lintas.
Pun demikian dengan Gubernur Jakarta, kota pusat episentrum penyebaran Covid-19, Anies Baswedan berkirim surat resmi kepada Presiden 28 Maret untuk meminta karantina wilayah, Istana menolak, karantina wilayah sepenuhnya kewenangan Presiden.
Publik dipertontonkan bagaimana pemerintah pusat dan daerah tidak selaras berada dalam satu visi dan prioritas yang sama untuk mengatasi penyebaran Covid-19.
Pengamat kebijakan publik menilai pemerintah pusat tidak tegas dan abu-abu dalam membuat kebijakan, sehingga masyarakat dibuat bingung.
Karantina wilayah semua daerah pun akhirnya dijawab pemerintah dengan kebijakan PSBB, kini beberapa daerah sudah mulai menerapkan PSBB, Jakarta menjadi kota pertama, disusul daerah penyangga Jakarta yaitu Bogor, Depok, Bekasi (bodebek) hari ini Rabu (15/4) mulai diterapkan.
Sebagai jaring pengaman sosial penerapan PSBB, pemerintah menyiapkan stimulus bantuan langsung tunai untuk warga terdampak Covid-19, Jabodetabek berupa paket sembako senilai Rp.600 ribu, daerah menerima dalam bentuk uang tunai senilai sama dan diberikan selama 3 bulan sejak bulan April ini.