Dua hari berselang, tepatnya hari Senin, 4 Januari 2021, saya mendengar tetangga yang saya antar berobat 2 hari yang lalu itu dinyatakan positif Covid-19. Berita ini saya dengar langsung dari istri yang bersangkutan, setelah ia menjalani test Swab PCR (Polymerase Chain Reaction) di salah satu rumah sakit.
Ketika mendengar berita tersebut, sebenarnya kondisi saya juga sedang kurang fit. Perlu diketahui, setelah pulang mengantar tetangga saya tersebut berobat pada hari Sabtu yang lalu, saya sedikit memorsir waktu saya untuk menyelesaikan target membuat sebuah buku kompilasi para penulis YPTD edisi November 2020.Â
Alhamdulillah draft buku kompilasi itupun selesai saya susun, dengan ketebalan lebih dari 300 halaman. Kemudian draft buku kompilasi penulis YPTD itupun saya kirim via email langsung ke ketua Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD), untuk selanjutnya diurus ISBNnya ke Perpustakaan Nasional.
Keesokan harinya, tepatnya Selasa, 5 Januari 2021, saya mengalami kondisi tubuh yang kurang fit. Kepala terasa sakit, badan terasa nyeri, dan demam. Saya menganggap hal ini adalah hal yang biasa, dan menganggapnya saya terkena masuk angin.
Seperti biasa, saya segera minum jamu tolak angin dan tidur yang cukup. Namun, sampai keesokan harinya keluhan yang saya alami belum hilang. Kepala masih terasa pusing, badan masih nyeri, dan demam.Â
Di hari kedua ini, saya mencoba minum obat penghilang rasa nyeri dan sakit kepala yang dijual bebas di warung-warung. Setelah saya minum obat sakit kepala tersebut, rasa sakit kepala saya sedikit mereda. Namun, mulut saya terasa pahit dan penciuman sedikit terganggu, sehingga tidak enak makan dan nafsu makan berkurang.
Memasuki hari ketiga, kondisi masih belum membaik. Namun, saya belum memilih berobat ke dokter. Karena saya punya kebiasaan, ketika saya sakit maka yang saya lakukan pertama adalah istirahat yang cukup dan mengonsumsi suplemen makanan, seperti madu dan habbatussauda.
Memasuki hari keempat, tepatnya hari Jum'at, 8 Januari 2021, kondisi tubuh saya masih terasa lemas dan tangan serta kaki terasa dingin. Dengan kondisi ini, terpaksa saya tidak berangkat sholat Jum'at di masjid. Alhamdulillah, ada teman istri yang memberikan sedikit solusi. Ia mengirimkan 2 botol cairan yang diberi nama booster G8 dan G12, semacam immunomodulator yang berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh akibat terserang virus atau bakteri.
Setelah meminum 2 jenis cairan tersebut, demam saya mereda. Tetapi badan masih terasa lemas dan nafsu makan masih rendah. Akhirnya pada hari Minggu, 10 Januari 2021, saya memutuskan untuk berobat ke dokter yang berlokasi sekitar 500 meter dari rumah.
Dokter yang memeriksa saya mengatakan, tekanan darah saya 120/80 mmHg yang artinya normal, dan suhu tubuh juga normal yaitu 36,3c. Namun, dia mengatakan ada masalah dengan lambung saya. Lambung saya dinyatakan kembung, dan banyak terisi angin. Hal ini wajar, karena beberapa hari terakhir nafsu makan saya memang menurun. Oleh dokter, saya diberikan obat parasetamol, obat lambung, dan antibiotik.
Setelah meminum obat dari dokter tersebut, rasa sakit kepala dan nyeri di badanpun hilang. Namun, sampai memasuki hari kelima pasca berobat, tubuh saya masih terasa agak lemas dan pegal-pegal. Padahal nafsu makan sudah sedikit normal, dan pencernaan lancar.
Pada hari Jum'at, 15 Januari 2021, saya kembali berobat ke dokter yang sama. Saya hanya mengatakan cuma ada satu keluhan, yaitu badan masih terasa lemas dan pegal-pegal. Selain itu, saya juga meminta untuk dilakukan Swab Rapid Antigen, untuk memastikan apakah saya terpapar Covid-19 atau tidak.
Setelah dokter tersebut melakukan Swab Antigen dengan mengambil sampel cairan yang ada di kedua lubang hidung saya, dengan cepat ia menyimpulkan bahwa saya positif Covid-19. Namun, untuk lebih memastikannya, saya disarankan untuk melakukan Swab PCR (polymerase chain reaction).Â
Segera dokter tersebut membuat memo ditujukan kepada tim surveilant Covid-19 puskesmas setempat. Dalam memo tersebut, dinyatakan bahwa setelah saya menjalani Swab Antigen yang hasilnya positif, maka pihak puskesmas diminta segera melakukan test Swab PCR terhadap saya dan tracing terhadap seluruh anggota keluarga.
Mendengar vonis sementara bahwa saya positif Covid-19, sebenarnya perasaan saya biasa saja. Namun, di hati saya yang paling dalam terbetik rasa syukur. Mengapa saya bersyukur?. Karena di tengah hiruk pikuknya pemberitaan tentang Covid-19 yang telah memakan banyak korban, baik sakit maupun meninggal dunia, akhirnya saya dapat merasakan bagaimana akibat dari paparan virus Corona tersebut. Alhamdulillahnya, gejala yang saya alami tidak terlalu berat, malah bisa dibilang ringan.
Keesokan harinya, saya mendapat informasi dari pihak puskesmas bahwa jadwal Swab PCR saya adalah hari Senin, 18 Januari 2021.
Sesuai waktu yang ditentukan, maka saya menjalani test Swab PCR. Saya datang pukul 09.00 WIB. Setelah melakukan registrasi, sayapun duduk di bangku tunggu. Karena jumlah pasien yang cukup banyak, maka saya terpaksa menunggu lebih dari 2 jam untuk mendapatkan giliran.
Akhirnya, sekitar pukul 11.30 WIB sayapun mendapat giliran. Ada sedikit perbedaan Swab PCR kali ini dengan Swab Antigen sebelumnya. Pada Swab Antigen sebelumnya, yang diperiksa hanyalah dua lubang hidung saya. Namun kali ini, selain dua lubang hidung, mulut/tenggorokan saya juga diperiksa. Ada sedikit rasa kurang nyaman, ketika dua lubang hidung saya dimasukkan semacam cotton bud. Respon hidung saya setelah dimasukkan cotton bud adalah sedikit mengeluarkan cairan atau lendir.
Setelah selesai Swab PCR tersebut, saya segera pulang. Menurut tenaga kesehatan yang bertugas, hasil dari Swab PCR tersebut akan diberitahukan sekitar 3-4 hari ke depan.
Singkat cerita, pada hari Rabu 20 Januari 2021, hasil test Swab PCR sayapun keluar. Informasi ini saya dapat melalui pesan singkat berupa screen shoot hasil Swab PCR saya dari tenaga kesehatan yang bertugas. Hasil Swab PCR ini tidak berbeda dengan hasil test Swab Antigen sebelumnya, dan saya dinyatakan POSITIF Covid-19.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, maka saya ditawarkan dua pilihan, apakah dirujuk ke rumah sakit, atau isolasi mandiri. Saya memilih untuk melakukan isolasi mandiri di rumah.
Sesungguhnya inilah yang saya paling takutkan dengan adanya vonis positif Covid-19, yaitu isolasi. Bukan efek dari penyakitnya secara langsung. Karena saya meyakini, Covid-19 hanya berdampak besar terhadap orang-orang yang memang sudah memiliki penyakit penyerta dan kronis. Namun, bagi mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta akan sembuh dengan sendirinya apalagi jika memiliki antibodi yang bagus.
Kata isolasi, adalah sebuah kata yang menakutkan bagi saya. Karena saya terbiasa setiap hari bertemu dengan orang banyak. Setiap hari bekerja keluar rumah, bahkan sampai akhir pekanpun saya sering keluar rumah karena ada sesuatu pekerjaan yang harus ditunaikan.
Saya rasa ini merupakan hal yang wajar, dan pasti dirasakan oleh semua orang. Karena pada dasarnya kita semua adalah makhluk sosial (zoon politicon), yang tak dapat hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain.
Di tengah keterbatasan sosial yang saya alami akibat harus "isolasi mandiri", saya tidak boleh tinggal diam dan pasrah dengan keadaan. Secara fisik saya sudah merasa sehat, jangan sampai secara psikologis saya merasa sakit akibat kejenuhan tinggal di rumah.
Untuk itu saya menyadari, selain makhluk sosial, manusia adalah makhluk spiritual. Pada awal saya menderita sakit, memang saya akui pelaksanaan ibadah saya banyak yang menurun, di antaranya sholat Dhuha dan membaca Al Qur'an tidak rutin saya lakukan setiap hari seperti biasanya.
Namun, akhirnya saya memutuskan dengan tekad penuh untuk kembali melakukan kebiasaan saya di kala sehat, yaitu sholat Dhuha dan membaca Al Qur'an setiap hari. Â Dan ada satu lagi kebiasaan saya di kala sehat, yaitu berusa menulis sebuah artikel setiap harinya.
Mudah-mudahan dengan kembali melakukan kebiasaan saya di kala normal, seperti melaksanakan ibadah -ibadah sunah dan menulis one day one article akan membuat hari-hari "isolasi mandiri" ini tidak terasa membosankan, dan segera dapat beraktifitas secara normal seperti biasanya.
Semoga para pembaca sekalian selalu dalam keadaan sehat wal afiat, tetap menjaga kebersihan dan kesehatan masing-masing. Meningkatkan imunitas tubuh dengan cara istirahat yang cukup, berolahraga, senantiasa berpikir positif dan tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dan menjaga jarak.
Pada akhirnya kita berharap kepada Allah SWT, semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Aamiin ya robbal 'alamiin.***
Artikel ini pernah ditayangkan di https://terbitkanbukugratis.id/ropiyadi-alba/01/2021/akhirnya-makhluk-kecil-itupun-menghampiri-ku/
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H