Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali PSBB, Mundur Selangkah demi Maju Sepuluh Langkah

12 September 2020   11:41 Diperbarui: 12 September 2020   12:22 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar :sinarharapan.co

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan menerapkan PSBB secara ketat mulai Senin (14/09/2020). Putusan ini dipicu oleh meningkatnya angka positif kasus Covid-19 yang menyentuh angka 1.000 penderita per hari, tingginya kematian, dan menipisnya kapasitas fasilitas kesehatan berupa meningkatnya angka keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19, dan tempat tidur ICU untuk pasien Covid-19. 

Dalam konfrensi persnya pada 9 September yang lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa situasi wabah di Jakarta saat ini berada dalam kondisi darurat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan menarik "rem darurat" dan kembali ke PSBB ketat seperti awal PSBB yang lalu di bulan April. 

Mulai 14 September yang akan datang, semua kegiatan perkantoran akan dilakukan dari rumah, dan akan ada 11 bidang esensial yang tetap diperbolehkan beroperasi. Warga masyarakat kembali berkegiatan dari rumah, beribadah dari rumah, bekerja dari rumah, dan belajar dari rumah. Tempat ibadah yang boleh buka hanya yang berada pada level kampung / komplek perumahan dan hanya digunakan oleh warga setempat.

Namun, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) secara ketat di Ibu Kota, menuai respons beragam dari sejumlah unsur di pemerintah pusat. 

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) merespons positif dan mendukung langkah Anies untuk kembali menerapkan PSBB selayaknya awal pandemi. Namun, para menteri di bidang ekonomi, seperti Menko Perekonomian, menteri perdagangan, dan menteri perindustiran justru memberi respons negatif atas langkah itu.

Perbedaan respon yang terjadi di unsur pemerintahan pusat, bisa jadi disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dari masing-masing unsur. Kementerian Kesehatan dan Satuan Tugas Covid-19 lebih memfokuskan penanganan penyebaran virus corona pada masalah utamanya yaitu mobilitas manusia yang masif yang dapat menjadi penyebab tingginya tingkat penularan, apalagi belum didukung oleh tingkat kedisiplinan yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat dalam melaksanakan seluruh protokol kesehatan yang ada. 

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi dengan sejumlah kelonggaran yang sedianya merupakan langkah awal menuju kehidupan normal, nyatanya tidak berdampak signifikan pada penurunan tingkat penderita Covid-19 di Jakarta.

Eric Alexander Sugandi, seorang Peneliti Ekonomi Senior dari Institut Kajian Strategis (IKS), juga menilai keputusan Anies Baswedan yang akan kembali menerapkan PSBB total pada Senin (14/9) merupakan langkah yang tepat, meskipun keputusan itu tentunya akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Rencana Anies Baswedan untuk kembali menerapkan PSBB tidak perlu meminta izin kembali kepada Kemenkes, karena izin untuk melaksanakan PSBB yang sebelumnya telah diterbitkan oleh Kemenkes pada 7 April 2020 belum dicabut, hal ini dinyatakan oleh Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kemenkes Busroni sebagaimana dilansir oleh kompas.com pada (11/9). 

Pada dasarnya, langkah kebijakan PSBB total yang dilakukan Anies sudah sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan warga. Presiden Jokowi baru-baru ini meminta para kepala daerah untuk menempatkan kesehatan menjadi fokus utama sebagai respons atas melonjaknya kasus Covid-19. Pemerintah daerah jangan buru-buru melakukan restart ekonomi jika kasus Covid-19 masih tinggi.

Sebuah kebijakan tentunya tidak akan menyenangkan semua pihak, namun paling tidak kita berharap agar terjadinya kesamaan gerak dari semua unsur pimpinan. Jika semua pemimpin sudah memiliki kesamaan visi, maka rakyat tidak akan bingung lagi dan siap mengikuti dan menaati setiap keputusan atau kebijakan yang diambil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun