Hujan yang mengguyur Jabodetabek sejak malam pergantian tahun, sudah menunjukkan hasilnya. Hujan dengan intensitas sedang namun dengan durasi yang cukup lama telah membuat genangan dan banjir di beberapa titik.
Banyak komentar seputar masalah banjir ini, khususnya yang terjadi di ibu kota. Ada yang mengaitkan-ngaitkan masalah banjir dengan politik. Ada yang mengatakan: "Yang mencalonkan Anies tahun 2024 adalah orang bodoh". Apa aja kerja Anies?, Sampai Jakarta terkena banjir? Bahkan ada tagar #Anies di mana?
Permasalahan banjir di ibu kota bukanlah permasalahan baru kali ini saja. Bahkan sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda sudah ada banjir, sehingga pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu sudah merencanakan proyek Banjir Kanal.Â
Perlu disadari, kondisi geografis Jakarta yang memang berada di dataran rendah serta diapit oleh dua sungai besar yaitu Cisadane dan Ciliwung membuatnya rawan akan bencana banjir.
Mengaitkan-ngaitkan masalah banjir dengan politik bukan hanya kurang tepat, namun juga tidak akan menyelesaikan masalah.Â
Sikap yang tepat dalam menghadapi banjir adalah segera mengambil tindakan taktis dan teknik penanganan yang cepat dan tepat, dan hal itu sudah dilakukan Anies dengan menginstruksikan seluruh jajaran Pemprov DKI untuk berkoordinasi dan bekerja di bawah Lurah terdekat.Â
Sebagai masyarakat, kita juga dapat berperan aktif dalam memberi bantuan pertama pada korban terdampak banjir tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan.Â
Banjir merupakan masalah hidrologis, di mana sifat air adalah selalu bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Jakarta yang memiliki ketinggian 0-100 mdpl menjadikannya secara alamiah merupakan jalur aliran air dari hulu (Bogor) yang lebih tinggi. Jika saluran airnya terganggu, maka air akan mencari jalan baru untuk tetap ia bergerak mengalir ke bawah.Â
Di sinilah dibutuhkan proyek normalisasi dan naturalisasi sungai. Tidak hanya sungai kembali normal secara fungsinya sebagai saluran air, namun juga kembali natural sebagai bagian dari ekosistem dan keseimbangan alam.
Air yang melimpah di kala banjir pada dasarnya dapat dimanfaatkan dengan cara membuat tempat-tempat penampungan air seperti tandon air, waduk buatan, atau sumur pori. Hal ini dapat dilakukan untuk mencegah kesulitan air tanah dikala musim kemarau.
Kalau kita mau jujur terkait banjir di ibu kota beberapa tahun terakhir, sebenarnya sudah mengalami penurunan dari jumlah titik-titik banjir maupun lamanya genangan. Siapapun gubernur Jakarta, tidak akan mampu mencegah banjir dan kemacetan. Namun dengan program yang jelas dan terukur maka banjir dan kemacetan dapat dikendalikan, sehingga tidak terlalu mengganggu aktivitas warga ibukota.