Pertama kali melihat tempayan air dari kaya berisi potongan buah dirajang tipis saya sempat heran. Ini minuman apa? Melihat orang menuangkan ke gelas dan meminumnya, saya iseng ikut-ikutan.
Maklum rada ndeso, beberapa tahun lalu pertama kali ikut pelatihan di hotel berbintang lima. Sarapan paginya di sediakan pihak hotel. Eh, setelah meminum air tersebut ternyata beda dengan air biasa. Meskipun tak berasa manis atau kecut, aroma buah-buahan tetap berasa ketika diminum.
Kagum kemudian mencoba. Seperti itukah pendidikan kita? Dengan kekaguman akan adanya program pendidikan yang baru kemudian mencoba. Kalau infuse water dipercaya mampu menyegarkan, memelihara kesehatan tubuh, membuang racun dalam tubuh, hingga mencegah penuaan dini.
Apakah sama dengan program pendidikan yang mulai digagas Mendikbud Nadiem Makarim?
Peserta didik bukanlah uji coba dan sekolah bukanlah laboratoriumnya. Mereka anak bangsa yang harus kita ubah hingga pada saatnya mampu menggantikan kita sebagai penerus bangsa.
Demikian juga bahwa gagasan perubahan pendidikan tak habis sampai pada wacana. Dari podium satu ke podium lainnya. Sekedar untuk memperkenalkan dan menggugah sebuah gerakan tak ada salahnya. Aksi nyata berupa pedoman pelaksanaan merupakan hal yang paling krusial untuk segera direalisasikan.
Saya masih ingat ketika pak Jokowi menyampaikan bahwa di era revolusi industri 4.0 seorang tenanga kerja harus memiliki hybrid skill dalam dirinya.menyampaikan bahwa generasi kita di era digital harus mampu bersaing secara global.
Seperti yang telah disampaikan pak Presiden Jokowi pada  pesannya kepada para guru dan dosen saat menghadiri pengukuhan Guru Besar Kiai Asep Syaifuddin Chalim di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Sabtu (29/2). Kesempatan itu juga dihadiri para guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). (Jatim.indtime.com, 29/2/2020)
Bagaimana formulasinya di perguruan tinggi? Kapan pergantian kurikulum materi perkuliahan diubah? Demikian juga tentang compassion dan computation skill, harusnya sudah ada gambaran yang jelas dalam bentuk perubahan maupun perbaikan kurikulum.
Yang terakhir yaitu tentang sekolah penggerak yang menjadikan kepala sekolah sebagai ujung tombak perubahan guru dengan sasaran peserta didik sebagai "pelajar pancasila".
Saya masih ingat ketika awal berlakunya kurikulum 2013 yang dengan ponggahnya mengatakan bahwa kurikulum KTPS "sesat", guru yang melaksanakan kur 13 tanpa pelatihan kur 13 "sesat. Kur 13 sudah lengkap tidak boleh dimodifikasi dan diubah-ubah lagi. Nyatanya banyak revisi di sana sini.