Setelah dicermati apa yang disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim, mengisi kemerdekaan belajar ternyata tak segembira merdekanya. Perlu kerja keras agar program sekolah penggerak terwujud.
Yang pertama adalah guru harus dikembangkan. Artinya dimulai dari kepala sekolah yang mengerti tidak hanya administrasi sekolah. Namun peran kepala sekolah menjadi sangat vital.
Kepala sekolah selaku pimpinan langsung guru di sekolah mampu mengembangkan kompetensi guru. Artinya minimal kepala sekolah harus kaji ulang kembali kompetensi guru yang ada.
Apalagi sekarang salah satu tupoksi kepala sekolah tidak lagi seperti dahulu. Kalau dahulu kepala sekolah adalah jabatan sebagai tugas tambahan. Kepala sekolah masih masuk ke dalam kelas dan berfungsi sebagai guru sebanyak 12 jam pelajaran perminggu.
Dengan tetapnya kepala sekolah mengajar, maka kepala tahu persis apa yang dilakukan guru. Kompetensi kepala sekolah sebagai guru masih melekat dengan kuat. Sehingga ketika diminta mengembangkan potensi guru tak perlu orang lain untuk memberikan bimbingan langsung.
Kegiatan bimbingan dapat berupa inhouse training di sekolah dengan kepala sekolah sebagai nara sumbernya. Lebih menghemat biaya dan waktu pelaksanaan.
Terkait dengan Pancasila, jika ketuk palunya top down biasanya mudah untuk dilaksanakan. Kita ambil contoh sederhana saja. Ketika surat edaran kepala dinas meminta setiap sekolah sebelum memulai pelajaran harus menyanyikan lagi Indonesia Raya. Maka sekolah langsung melaksanakannya.
Demikian juga ketika sebelum pelajaran dimulai peserta didik diminta membaca doa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing pun langsing dilaksanakan.
Seperti itu juga dengan Pelajar Pancasila. Tinggal panduannya seperti apa, teknis pelaksanaannya seperti apa. Kemudian instruksi dari Kementrian ke Kepala Dinas di seluruh Indonesia. Langsung pasti akan dilaksanakn.
Namun begitu, terkait masalah karakter Pancasila tetap saja top down juga berjalan. Kepala sekolah memberi contoh kepada guru, guru memberi contoh kepada peserta didik. Kalau ada teladan dari semua fihak. Peserta didik akan mudah di Pancasilakan. Slogan pelajar Pancasila sudah ada di depan mata.
Ketika teladan tentang berakhlak mulia, kreativitas, gotong-royong, kebhinekaan global, bernalar kritis, dan mandiri, menjadi budaya di sekolah maka seluruh warga sekolah akan ikut dengan sendirinya.