Dari bola mata semua dusta bicara. Dari bola mata kejahatan jadi pesona.
"Keluarkan bola matamu, kau akan selamat."
Aku tak habis pikir. Mengapa bola mata disebut pemantik segala dusta. Dari bola mata semua kejahatan bermula. Sementara yang mengatakan itu adalah orang yang buta sejak lahirnya.
"Aku tak punya mata, namun aku punya telinga. Aku mendengar bisik-bisik sebuah kejahatan mulai direncanakan. Aku ikut dalam konspirasi penyebab kenatian."
Sebuah pengakuan mengejutkan.
"Kau telah melakukan apa?" kataku.
Dia hanya diam. Kebiasaan penjahat menghindari saling tatap mata. Aku yakin pasti ada dusta. Tapi bagaimana bisa? Ia buta sejak lahirnya. Dari mana dia tahu kalau berdusta harus menghindari saling tatap?
Dan benar-benar terjadi. Beberapa kali kejahatannya diketahui. Beruntungnya bukan polisi. Coba saja jika aparat keamanan menemukan. Tak ada celah untuknya selamat dari jeratan kejahatan.
"Benar, Bang. Aku tak berbuat apa-apa. Aku hanya mengikuti naluriku," katanya.
Aku tetap tak percaya atas pengakuannya. Gerak geriknya sulit ditebak. Seperti seorang yang buta, aku urai perlahan kejadian yang telah menimpanya.
Keluarga mengurungnya dalam sebuah pondok di belakang rumah. "Dia akan melakukan kejahatan, makanya kami kurung. Tenang saja. Jika diberi makan. Dia tak akan mati," kata ayahnya suatu ketika.