Mohon tunggu...
Rooy Salamony
Rooy Salamony Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya pelayan masyarakat rooy-salamony.blogg.spot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tiga Hal yang Dibutuhkan Presiden RI

22 Mei 2014   13:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan memperebutkan kursi kepresidenan Indonesia semakin meriah. Pesta demokrasi yang akan digelar pada awal bulan Juli 2014 dijamin akan lebih bergairah jika dibandingkan dengan rayaan yang sama lima tahun silam. Masalahnya, kedua calon presiden datang dari kondisi yang sama. Bukan petahana.

Status Jokowi dan Prabowo yang sama-sama bukan petahana presiden memungkinkan pemilih bisa melihat keduanya secara lebih jernih. Pilihan terhadap keduanya lalu disertai dengan sejumlah syarat. Syarat mana bertolak dari kondisi latar belakang negara, kondisi kekinian negara, serta kondisi yang ingin dicapai dimasa mendatang.

Syarat Pertama: latar belakang Indonesia

Sejarah adalah diri sebuah bangsa. Sejarah Indonesia merupakan kisah yang merentang jauh ke belakang ke masa dimana gelombang percampuran antar ras terjadi. Indonesia, sejatinya adalah negeri dimana generasi awal manusia (homo sapiens) berumah. Di atas hamparan pulau yang membentang dari Sumatera hingga Papua ini, nenek moyang manusia hidup, saling mendominasi, saling bercampur, juga saling berkompetisi.

Sayang bahwa 350 tahun penjajahan telah memutuskan orang Indonesia modern dengan sejarah asli mereka. Penderitaan tiga setengah abad telah menghapus hampir semua memori bangsa ini akan kisah kejayaan nenek moyang mereka yang begitu berani mengarungi samudra ganas dengan perahu-perahu kecil. Kesakitan, kelaparan, dan kebodohan akibat penjajahan membuat kebanggaan diri orang Indonesia hampir-hampir lenyap.

Kisah tentang para pelaut nusantara yang mencapai daratan Afrika jauh sebelum orang Eropa menyebrangi tanjung harapan kini dianggap dongeng pengantar tidur. Catatan sukses raja-raja Jawa dan Sumatera yang memiliki wilayah kekuasaan hingga negeri yang jauh di pedalaman asia tenggara tidak mampu diceritakan para guru sejarah. Juga masa dimana nenek moyang kita menemukan tulisan tidak lagi menarik untuk dipelajari.

Penjajahan menciptakan mentalitas Indonesia, sebagaimana disebutkan Soekarno - yang selalu saya ulang untuk menyadarkan- "kuli di antara bangsa bangsa" dan "bangsa yang terdiri dari para koeli". Mentalitas kuli adalah mentalitas tidak percaya diri. Mentalitas manja dan perengek. Mentalitas setia kalau dikasih makan. Mentalitas tidak memiliki rencana besar. Juga mentalitas terkagum-kagum pada kekayaan dan kejayaan orang lain sambil melupa prestasi sendiri.

Generasi Indonesia kini lebih senang berdansa chacha daripada menari jaipong. Lebih bangga makan di McDonal daripada duduk di lesehan. Juga lebih suka menonton konser Lady Gaga daripada menghadiri pentas wayang.

Pendek kata, kita adalah generasi yang melupa sejarah. Generasi yang lebih bangga mengidentifikasi dirinya sebagai orang lain daripada diri sendiri.

Dalam kondisi ketidaktahuan siapa diri kita, presiden yang kita butuhkan sekarang adalah dia yang bisa membawa orang Indonesia kembali pada jati diri Indonesia. Dia yang menghadirkan kepada Indonesia rasa percaya diri bahwa kita tidak perlu menjadi seperti bangsa ini atau bangsa itu. Kita adalah Indonesia. Negeri yang pernah mencapai puncak peradaban jauh sebelum Eropa memiliki gedung pencakar langit.

Syarat kedua: Perang terhadap korupsi dan kemiskinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun