Gugatan kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi perihal hasil penetapan KPU atas pemenang Pemilu 2014 akan dihadang oleh posisi hukum Prabowo sendiri. Posisi itu diatur dalam ketentuan Pasal 201 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Disebutkan disana bahwa:
“Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil residen oleh KPU.”
Sebagaimana diketahui pada tanggal 22 Juli 2012, dua jam sebelum waktu penetapan hasil Pemilu, Prabowo Subianto telah berpidato dari rumah Polonia yang menyatakan bahwa dirinya mundur dari pemilihan Presiden.
Pernyataan Prabowo merupakan fakta hukum bahwa dirinya telah mengundurkan diri dari pemilihan presiden. Pernyataan itu sekaligus menunjukan bahwa Prabowo telah melanggar ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI yang menyebutkan bahwa :
“Salah seorang dari Pasangan Calon atau Pasangan Calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU.”
Pengunduran diri Prabowo menyebabkan yang bersangkutan diancam dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI yang menyatakan bahwa calon yang mengundurkan diri dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan, dengan denda paling sedikit Rp.25 milyar rupiah dan paling banyak Rp.50 milyar.
Pengunduran diri itu sekaligus menghilangkan legal standing Prabowo dalam mengajukan gugatan ke MK. Alia dalam blognya menyebutkan Legal standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi. Legal standing adalah adaptasi dari istilah personae standi in judicio yang artinya adalah hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan. Sudikno Mertokusumomenyatakan ada dua jenis tuntutan hak yakni:
1.Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan, dimana sekurang-kurangnya ada dua pihak. Gugatan termasuk dalam kategori peradilan contentieus (contentieus jurisdictie) atau peradilan yang sesungguhnya.
2.Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa disebut permohonan dimana hanya terdapat satu pihak saja. Permohonan termasuk dalam kategori peradilan volunteer atau peradilan yang tidak sesungguhnya.
Pemohon selanjutnya wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya. Dalam kasus Prabowo, ia kehilangan hak konstitusinya karena melanggar ketentuan Pasal 22 ayat (2) UU No.42. Dari sisi ini saja, sebenarnya MK dapat menolak gugatan Prabowo karena tidak dapat dipenuhi persyaratan untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi (niet ontvankelijk verklaard).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H