[caption id="attachment_370967" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: kemendagri.go.id"][/caption]
Ditengah euforia dana 1,4 milyar rupiah setiap desa, perjuangan mendorong keberpihakan pada desa ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Kementerian Keuangan selaku bendahara umum negara telah berupaya untuk melakukan identifikasi terhadap semua program kementerian lembaga yang berbasis di desa atau menggunakan nomenklatur desa. Selanjutnya, dilakukan upaya penghimpunan uang – yang juga bermakna ditariknya anggaran – dari semua program untuk dijadikan dana desa. Menarik bahwa upaya itu tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Sebagian besar dari kementerian lembaga yang memiliki program berbasis desa memiliki sejumlah alasan untuk menghindar dimasukannya uang dari program mereka ke dalam dana desa.
Pionir selalu dibutuhkan
Pada akhirnya, dana desa hanya disumbangkan dari program PNPM-MP Kementerian Dalam Negeri dan program PNPM Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum. Jumlah dana yang diserahkan porgram Kementerian Dalam Negeri mencapai lebih dari 6 trilyun rupiah. Sementara Kementerian Pekerjaan Umum menyumbang lebih dari 2 trilyun rupiah. Hasil pelepasan program itu berjumlah lebih dari 9 trilyun rupiah yang diindikasikan sebagai dana desa tahun 2015.
Menilik pada jumlah anggaran itu, maka tiap desa di Indonesia akan mendapatkan kurang lebih 123 juta rupiah pada tahun pertama pelaksanaan dana desa di tahun 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 mengatur bahwa dana desa tidak langsung masuk ke rekening desa. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memang membatasi penyaluran dana negara ke desa. Dana negara yang disalurkan kepada masyarakat berakhir di tingkat kabupaten/kota.
Konstruksi penyaluran dana Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebabkan dana desa disalurkan kepada desa melalui APBD Kabupaten/Kota. Dana dimaksud masuk pada pos penerimaan pemerintah dalam APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah). Selanjutnya akan dikeluarkan melalui pos bantuan kepada desa. Dana desa diterima dan dicatat desa dalam pos bantuan pemerintah dari APBDesa (anggaran pendapatan dan belanja desa). Selanjutnya, penggunaan dana desa oleh desa diatur menurut garisan umum yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014.
Tiap desa menerima besaran dana desa yang tidak sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran penerimaan dana oleh desa adalah (a) jumlah penduduk desa, (b) luas wilayah, (c) angka kemiskinan, dan (d) tingkat kesulitan geografis.
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PU dipandang sebagai pionir yang siap mendukung pelaksanaan dana desa oleh dua faktor. Pertama, dana program PNPM adalah dana yang disalurkan melalui mekanisme bantuan langsung masyarakat (BLM), suatu hal tidak diizinkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kedua, dana dalam program PNPM merupakan dana dengan konstruksi belanja yang sistematis karena diatur dalam satu kesatuan petunjuk operasional yang baik.
Bantuan Langsung Tak Langsung
Sebagai proses pembelajaran kepada desa, dana sebesar 123 juta rupiah dipandang cukup untuk tahun pertama. Desa dapat belajar secara baik tentang tata kelola keuangan yang selama ini merupakan aspek lemah dari tata kelola pemerintahan. Setelah pembelajaran di tahun pertama, dana desa dapat ditingkatkan secara periodik hingga mencapai angka 10% dari APBN transito ke daerah on top yang terdiri dari uang dana desa dan program kementerian lembaga ke desa.
Itu artinya, angka 1,4 milyar rupiah dana desa bukanlah 1,4 milyar cash in hand yang diterima desa. Uang yang diterima desa paling banyak mencapai 725 juta rupiah. Sisanya adalah program kementerian lembaga yang masuk ke desa. Dari dana 725 juta rupiah itu, telah dirancang bahwa 30% penggunaannya untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, dan 70% untuk pembangunan desa.
Meski demikian harapan desa pada program pemerintah pun harus diikuti oleh dua pertanyaan mendasar. Pertama, apa program kementerian lembaga yang ditujukan kepada desa? Kedua, bagaimana desa mendapatkan manfaat dari program itu?
Pertanyaan tentang program kementerian lembaga untuk desa penting oleh dua alasan. Pertama, bahwa pengalaman yang ditemui selama ini, program kementerian lembaga untuk desa hanya menjadikan desa sebagai objek. Program dirancang di Jakarta. Turun ke desa tanpa diketahui pemerintah desa. Tetapi ketika program gagal, pemerintah desa yang dijadikan kambing hitam kegagalan. Program-program itu digerakan dengan dana yang besar, tetapi sama sekali tidak menjawab kebutuhan masyarakat desa. Karenanya, penting kemudian bahwa program kementerian ke desa masuk terlebih dahulu ke atas meja bupati/walikota. Pemerintah kabupaten/kota yang kemudian akan menentukan kemana program dilabuhkan dengan memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah desa.
Kedua, bahwa kemanfaatan program pemerintah hanya milik program itu sendiri. Program selesai dilaksanakan. Program dapat dilanjutkan. Program mampu menyerap seratus persen dana. Program dipertanggungjawabkan secara administratif. Namun program tidak memberikan apa-apa untuk orang desa. Pada saat program dirancang orang desa tidak dilibatkan. Pada saat program dilaksanakan orang desa hanya penonton. Pada saat program berakhir orang desa terkejut : ‘lho, ada ya program ini?’
Rendahnya manfaat program pemerintah dapat dilihat dari konstruksi rancangan program itu sendiri. Suatu program menyerap anggaran milyaran rupiah. Namun manakala dibedah komponen belanjanya, hanya beberapa puluh juta rupiah yang sampai ke masyarakat desa. Sisanya adalah belanja monitoring evaluasi dan administrasi sekretariat. Apa aktivitas belanjanya? Tiket pesawat, foto copi, pembuatan laporan, tenaga ahli, dan seterusnya.
Kini, undang-undang melarang kementerian lembaga merancang program yang berbentuk penyaluran uang langsung kepada kelompok masyarakat atau rumah tangga. Semua program kementerian lembaga harus masuk dahulu ke pemerintah kabupaten/kota, selanjutnya diarahkan ke desa melalui pencatatannya dalam anggaran pendapatan dan belanja desa. Kementerian lembaga dituntut untuk menunjukan kepemihakan mereka pada desa yang dicerminkan dengan perancangan program yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Bantuan langsung yang tidak langsung karena lebih banyak dihabiskan untuk belanja pendukung program memang selayaknya ditinggalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H