O busur yang anugrahkan kemuliaan. Atas lengkungmu tunduk manusia tak berdaya. Kebahagiaan redup dalam kejatmu. Tawa segala dirampas temalimu. Dalam pesonamu o busur yang perkasa. Anak panah melesat tak kenal galat. Kegentaran bumi bisu di belakang bayangan. Kemegahan langit siap ditaklukan.
Pertempuran sengit pecah saat fajar bersinar di atas kota. Para penyerang dari goa menggempur kota dengan mortir dan panah berapi. Satu persatu bangunan dan fasilitas kota mulai terbakar. Keindahan pagi kini tersamar asap mesiu.
Suara sirene memberi peringatan pada penduduk kota Boaz untuk bergegas memasuki tempat-tempat perlindungan. Para pemimpin diangkut menggunakan kereta listrik ke puncak kota. Sebuah dome tersedia di sana.
Pasukan militer yang telah mencapai jembatan membalas tembakan para penyerang. Robot penembak menyalak dan ratusan timah panas meluncur ke arah muara. Satu dua penyerang jatuh tertembus peluru.
Tetapi hanya berlangsung beberapa menit. Sebuah roket diluncurkan para penyerang menghantam robot penembak. Meluluhlantakkan robot dan semua yang ada di sekitarnya. Menghentikan hujan peluru yang ditimbulkannya.
Mereka yang menjaga stasiun pengawas sibuk. Para pengawas dan teknisi saling berdebat menyaksikan kondisi kota lewat layar monitor.
“Aktifkan kamera utama,” perintah laki-laki berseragam dengan emblim 33 di bahu kanannya.
“Kamera utama hancur.” Jawab perempuan yang duduk di depan kamera pengawas.
“Apa?”
“Mereka menembak jatuh kamera utama.”
“Aktifkan kamera drone.”
“Semua drone yang ditempatkan di Mata dihancurkan.”