Mohon tunggu...
Rooby Pangestu Hari Mulyo
Rooby Pangestu Hari Mulyo Mohon Tunggu... Lainnya - Butiran debu

Pegiat Isu Politik, Hukum dan HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahaya Fanatisme di Dalam Proses Pemilihan Umum

13 Januari 2024   12:14 Diperbarui: 13 Januari 2024   17:10 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah terselenggaranya debat Calon Presiden (Capres) yang kedua pada hari Minggu, 7 Januari 2024 yang mana sekaligus debat tersebut menjadi agenda ke-3 dari jumlah keseluruhan yakni 5 kali program debat yang akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelum dilaksanakannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Diadakannya debat capres dan cawapres ini penting guna menyebarluaskan profil, visi dan misi serta program dari para pasangan capres dan cawapres kepada masyarakat, memberikan informasi secara keseluruhan kepada masyarakat agar nantinya hal tersebut menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan pilihan serta debat ini penting guna menggali serta mengelaborasi secara mendalam atas setiap tema yang diangkat dalam pelaksanaan debat.

Kemudian setelah terlaksananya debat yang ke-3 pada 7 Januari 2024 tentu saja terjadi perdebatan dari berbagai lapisan, baik lapisan bawah maupun lapisan atas. Perdebatan yang terjadi di berbagai lapisan tersebut merupakan suatu keniscayaan, hal ini tentu saja dikarenakan setiap orang memiliki jagoannya masing-masing dalam kontestasi Pemilu 2024 ini. Perdebatan dalam rangka saling menguatkan jagoannya masing-masing memang bukanlah persoalan, hanya saja kemudian kerap kali sebagian masyarakat yang berdebat kemudian terlalu fanatik sehingga menyebabkan dirinya secara tidak langsung menjadi buzzer yang sering kita temui di media sosial dengan aktivitas untuk melancarkan serangan untuk menjatuhkan lawan politik bagi jagoannya di media sosial yang tentu saja akan berdampak pada seseorang yang mereka anggap lawan dari jagoannya tersebut.

Amat sangat berbahaya jika seseorang yang fanatik kemudian tanpa sadar dia menjadi buzzer bagi pasangan calon (paslon) tertentu. Penulis beranggapan bahwa seseorang yang fanatik akan suatu hal yang mana dalam hal ini fanatik terhadap salah satu paslon yang berkompetisi di Pemilihan Capres dan Cawapres, akan sangat mudah untuk menyerang lawan politik dari jagoannya tersebut tanpa menyaring kevalidan dari informasi yang mereka dapatkan, alhasil mereka menjadi tidak objektif dalam memilih. Dengan adanya fenomena semacam ini, penulis juga tambah prihatin dikarenakan saat ini penulis menemukan beberapa seseorang yang duduk dibangku perkuliahan justru tidak sadar bahwa dirinya menjadi buzzer politik karena kefanatikan terhadap paslon tertentu. Tentu ini sangat disayangkan, seorang mahasiswa yang seharusnya menjadi pelopor kesadaran serta memiliki tugas sosial bagi masyarakat justru kerap menampilkan kefanatikannya melalui media massa yang pastinya akan dilihat oleh teman-teman sosial medianya. Dengan kefanatikannya tersebut, maka dapat dipastikan bahwa akan muncul pula argumen-argumen yang mungkin saja tidak berdasar dan akan argumen tersebut akan didengar atau bahkan akan dipercaya sebagai suatu kebenaran oleh sebagian masyarakat yang mempercayainya.

Penulis mengutip data dari CNBC Indonesia yang juga mengutip mengenai jumlah mahasiswa yang ada di Indonesia dari Badan Pusat Statistik Indonesia pada tanggal 21 Maret 2023, di mana dalam berita tersebut berisikan jumlah mahasiswa pada awal tahun 2023 berjumlah 7,8 juta mahasiswa. Dengan jumlah tersebut, bisa dibayangkan ketika misalkan sebagian besar mahasiswa tidak menyaring informasi yang didapatkan mengenai Pemilu, akan sangat berbahaya ketika informasi-informasi tersebut ketika disebarluaskan oleh seorang mahasiswa kepada masyarakat.

Maka dari itu sebagai upaya untuk meminimalisir penyebaran hoaks yang memiliki dampak berbahaya, penulis mengajak bagi seluruh masyarakat pada umumnya serta kaum akademis untuk selalu menjaga dan menelaah ulang secara ketat seluruh informasi yang didapatkan mengenai pemilu tahun 2024, hal ini sebagai bentuk penjagaan kita dari informasi yang belum jelas kebenarannya serta berpotensi memecah belah masyarakat Indonesia. Perihal memilih calon tertentu, hal tersebut merupakan hal bagi setiap warga negara, akan tetapi jangan sampai ketika kita sudah memiliki calon tertentu dalam kontestasi politik kemudian bersikap fanatik dan secara tidak langsung menjadi buzzer politik dengan menyebarkan berita bohong serta perilaku lain yang tentu merugikan paslon tertentu. Maka dari itu, penulis sekali lagi mengajak kepada seluruh elemen agar menjaga Indonesia dengan cara menjadi pemilih cerdas dengan cara menyaring seluruh informasi untuk mengurangi berita bohong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun