Mohon tunggu...
Ronny Adolof Buol
Ronny Adolof Buol Mohon Tunggu... Fotografer -

Suka membaca dan hobby motret.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sinetron Selingan "Oknum" Anggota Dewan

26 April 2012   11:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rapat-paripurna-dpr1

Belum lagi sinetron dengan tema BBM mencapai endingnya, tiba-tiba publik telah disajikan dengan sebuah sinetron selingan. Karena judulnya sedikit vulgar, “woman on the top” bar pencarian mbah google langsung naik trafficnya. Apalagi yang ditulis kalau bukan keyword, caroline & video porno dpr, serta berharap laman pertama mesin pencari itu menampilkan video yang sekarang paling dicari untuk ditonton. Beruntunglah kali ini cameranya tidak diletakkan miring. Kalau tidak, layar monitor harus diputar lagi seperti video adegan mesum dua artis kondang yang lalu. Mereka sudah dijerat hukum, serta pemain utamanya sedang menjalani sisa hukuman. Pemeran yang samar-samar dalam sinetron yang awalnya dipopulerkan oleh sebuah situs yang kini tidak bisa diakses lagi itu, membuat geger pihak-pihak yang diduga terkait maupun pihak-pihak yang juga masih samar-samar entah terkait atau sengaja mengaitkan diri. Belum kita tahu sinetron ini akan ditutup dengan ending apa. Apakah akan senasib dengan episode Yahya Zaini dan Maria Eva atau senasib dengan cerita Max Moien dengan sekretarisnya. Jelasnya, pihak kepolisian sudah mengambil langkah mengusutnya. Cerita skandal sex menjadi menarik ketika yang terlibat adalah mereka yang dekat dengan kekuasaan. Tidak sedikit karier politik tokoh dunia hancur hanya karena gara-gara urusan cendol (istilah sebuah forum yang suka mensharing content dewasa) ini. Sebut saja, yang paling anyar, Direktur Eksekutif IMF Dominique Strauss-Kahn mundur saat skandalnya dengan bawahannya, Piroska Nagy terungkap ke publik. Demikian pula Chua Soi Lek, Menkes Malaysia, juga mundur saat video seksnya beredar. Pemimpin-pemimpin negara besar tidak ketinggalan pula, macam Silvio Berlusconi di Italia yg terkenal dengan skandal “bunga-bunga” atau Clinton dengan Monica Lewinsky. Mereka semua ini sebelumnya adalah panutan publik, orang-orang yang mendapat legitimasi publik untuk menjalankan amanah rakyat. Orang yang oleh karena jabatannya, dihormati serta disegani. Orang yang perkataan dan pernyataannya menjadi sumber keputusan atau kebijakan sebuah negara. Singkatnya, orang-orang yang memegang kekuasaan. Memang kekuasaan itu memabukkan. Diperebutkan dengan menghalalkan segala cara. Kekuasaan sering membuat orang menjadi haus, lupa diri. Tak ayal mereka yang sudah memegang kekuasaan merasa seolah-olah berada diatas hukum dan norma sosial. Dan setelah itu mendorong mereka untuk menguasai apa saja, termasuk materi bahkan nafsu. Maka tak salahlah orang menyebut bahwa kekuasaan itu satu paket dengan harta dan sex. Ketika seseorang sudah memegang kekuasaan, maka moralitas sepertinya bisa dibeli. Batasan sosial seperti ketabuan orang timur akan seks bisa ditabrak. Seks yang dulunya harus dilakukan dengan ritual terhormat, kini seperti mendapat ruang untuk dipertontonkan. Pelakunya bahkan kadangkala tak malu-malu disorot kamera dan menjadi narasumber diberbagai talkshow. Disuruh menyanyi pula. Mau dibawa kemana moralitas bangsa ini kalau sudah begini. Klise memang, tetapi mengajak untuk kembali ke hati nurani kiranya tidak sekedar menjadi slogan. Kekuasaan harus dilihat sebagai sebuah amanah. Hanya sementara saja. Kekuasaan harus dipahami bukan milik pribadi, maka ia tidak bisa dimanipulasi sesuka hati. Akan tiba saatnya publik akan menjadi pengadil, membuang mereka yang menyalahgunakan kekuasaan menjadi sampah. Marilah menjernihkan nurani sebagai benteng terakhir terhadap sistem yang ada. Kontrol sosial saja tidak cukup. Sinetron-sinteron seperti ini sudah waktunya untuk dihentikan produksinya. Mari mendidik rakyat dengan panutan yang benar, sebagai bangsa yang bermartabat. Bukan penghasil adegan mesum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun