Mohon tunggu...
RONY SINAGULA
RONY SINAGULA Mohon Tunggu... -

mahasiswa sekolah tinggi filsafat Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dikumpulkan dari Jalanan

12 Maret 2011   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:51 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyudahi pencarian di remangnya khayal,tidak untuk memenuhi kecemburuan pada tingginya menara Babel. Bukan juga untuk mendengarkan gemerisik ular di tumpukan dedaunan. Hanya untuk memulai perjalan yang telah tertunda sekian tahun. Suatu kesusahan dipermulaan namun bukan untuk menghentikannya dan beralih ke atas tempat tidur sambil melepaskan senyuman. Berlangkah; entah maju ke depan atau ke samping atau ke atas. Hanya itu.

Hubungan antara kemarin yang tergeletak lemas di atas trotoar jalanan dengan hari ini yang masih terseok-terseok dalam melangkah. Keduanya sempat bertemu, tidak ada senyuman atau anggukan kepala. Mereka melihat bahwa ada yang lain di sekitarnya, mengetahui bahwa tidak ada kesendirian dan menyadari dengan baik bahwa ada bayangan yang sempat berkelebat di depan mata. Sekali lagi; keheningan bersendau gurau. Ahhhhh.......sangat tidak tepat mengatakan sebagai keheningan, kata ini lebih tepat disematkan kepada para biarawan yang memberikan kehidupannya kepada tembok-tembok usang sebuah bangunan dan tidak pernah menjulurkan kepalanya untuk melihat ke luar tembok tersebut. Kebisuan lebih tepat dikenakan kepada kedua waktu ini.

Dimanakah masa depan? Ohhhhh......lalalalalalala......Dia masih berada jauh dibelakang keduanya. Perhatikan saja langkahnya yang sangat mirip dengan anak tujuh bulan itu. Jangan cepat-cepat menghinanya sebab sebentar lagi ia akan mendahului ke waktu tersebut. Aneh juga; ketiganya tidak pernah bersentuhan dan memberikan sapa. Padahal mereka mengetahui bayangan dari satu sama lain.

Ahhhhhhh.....Aku juga diseret oleh ketiganya.

Mereka tidak sadar bahwa aku ini tidak sama dengan mereka

Diombang-ambingkan dengan sesuka hati

Saling berebutan untuk memiliki diriku

Dasar sosok-sosok yang egois

Sebenarnya kalian membiarkan aku untuk menentukan tempat keberadaanku

Kelangkaan belaian pada tubuh busuk mereka

berkelana tanpa tujuan yang jelas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun