Mohon tunggu...
Roni Toxid
Roni Toxid Mohon Tunggu... pegawai negeri -

me myself and my alter ego called art

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sindiran Satir untuk Sindiran Satir Seno Gumira Ajidarma

5 Desember 2013   00:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:19 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ronitoxid Dalam Episode : Mengejar Absen Tapi Kehalang 4 Pejalan Gak Tahu Diri di Abbey Road Ketika bagi sebagian orang (termasuk saya) mengejar absen adalah sebuah ritual rutinitas yang mau ga mau harus dijalankan, seorang teman me-retwit tulisan seorang sastrawan yang berbunyi demikian: "Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa." (Menjadi Tua di Jakarta- Seno Gumira Ajidarma) Mungkin reaksi teman2 berbeda2 saat membaca kalimat2 itu dan mungkin mayoritas biasa2 aja. Tapi saya, jujur, pas baca tulisan itu langsung (((MAK DHEG))) trus pengen rasanya nendang-nendang SGA (sebutan si penulis) yang kebetulan rumahnya ga jauh dari rumahku, yang cicilannya masih 11 tahun, ini. *ga perlu dijelasin sedetil itu juga kali brooh* "Apa maksudmu bikin tulisan yang mengorek2 luka lama itu HAH!!" (mungkin itu kalimat yg akan aku teriakkan ke dia sambil nendang2 pake kaki kiri kaki kanan bergantian sebagaimana dilakukan Kumpeni kepada para pejuang kemerdekaan) Tapi akhirnya kedewasaanku menyeruak (((JREEENG))) dan membuatku berpikir bahwa : Orang2 seniman, avonturir, dan semua yg bebas menjalankan pekerjaan tanpa batasan waktu dan absensi seperti kami, sesungguhnya berdiri di atas pondasi yang ditahan oleh mereka yang 'rela' terjebak dalam rutinitas sehari2. Think... Coba pikir, negara, privat, dan semua tatanan di dalam dunia ini butuh orang yg 'rutin' bekerja untuk menjaga sustainabilitasnya agar tetap bisa bertahan. Ekonomi, politik. administrasi, pemerintahan, dll, semua butuh orang yg 'rela' menjebak dirinya dalam rutinitas, kerjaan2 klerikal, administrasi (yang dalam kacamata orang 'seni' membosankan), dan seabreg jenis pekerjaan lainnya karena memang harus dijalankan. Jadi 'sindiran satir' SGA tadi tidak akan ada jika kita mau melihat lebih luas bahwa semua orang punya porsinya masing2 dalam bekerja, yg saling berkelindan dan saling menopang agar dunia tetap berputar dalam sebuah tatanan. Sekali lagi dalam sebuah tatanan. Dalam sebuah apaaa???? *sodorin mic* Tanpa kami, yang bekerja rutin ini, tatanan dunia ga akan berbentuk, cenderung chaos dan saling egois, sehingga kalian, para pemuja kebebasan dan antirutin, tidak akan bisa bebas lagi berkarya karena harus berpikir bagaimana survival di tengah milyaran manusia yang saling memuja hukum rimba. Coba deh bayangin... (referensi : liat film The Beach nya Leonardo di Caprio dengan Camelia Malik *laah*) Yagitude... Cuma tulisan ngaco nunggu ngantuk... Kadang mikir kalo pagi2 masih ngantuk, jempolku kusuruh jalan duluan buat absen biar ga telat, ntar orangnya nyusul  Udah ah Hape Nexian Mirip Bantal Sekian dan Salam Metal *puk puk hape*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun