Bebarapa waktu lalu, LBH Pers Padang  melaporkan salah satu calon walikota Padang ke Panwaslu, yang dilaporkan adalah "kampanye diluar jadwal", basis pelaporan LBH Pers Padang adalah iklan dan pemberitaan si calon dibeberapa media lokal di padang, setidaknya waktu itu ada 3 media (media yang ber tagline independen dan media yang lahir dari rahim reformasi), si calon yang dilaporkan itu telah berkampanye menurut LBH Pers Padang karena dalam pemberitaan media tersebut sudah ada ajakan/upaya mempengaruhi pemilih dengan menawarkan program kerjanya.
Anehnya, sebelum yang bersangkutan mencalonkan diri, tidak ada media-media itu memberitakan apa yang telah ia lakukan untuk kota padang (perbuatan yang nyata ya), lalu setelah ia mendaftar dan mendapatkan nomor urut, hampir setiap hari koran-koran lokal membuat tentang yang bersangkutan, mulai dari "bluSukan" ke pasar-pasar, keluar masuk kampung, sampai mengkritisi APBD.
Selain menemukan adanya dugaan pelanggaran dari monitoring di Koran lokal, LBH Pers Padang juga mendapatkan selebaran dan tabloid yang diduga dibuat oleh tim sukses si calon yang disebarkan ke publik, di tabloid dan selebaran itu lebih nyata pelanggarannya, selain ada ajakan memilih, ada visi dan misi serta program kerja.
setelah melakukan analisis, LBH Pers Padang melaporkan temuan berupa pelanggaran kampanye ke Panwaslu Kota Padang, dan pada hari yang sama LBH Pers Padang juga menginformasikan kepada media-media yang ada di Padang, terkait dengan pelaporan itu, dan setidaknya beberapa media online dan satu TV (TVRI) memuat pemberitaan pelaporan itu, tetapi tidak oleh media cetak yang ada.
Lalu muncul pertanyaan, kenapa media cetak tidak memuat berita itu? nah ternyata media-media cetak itu adalah media yang memuat iklan dan pemberitaan terkait si calon. Mulai disinilah masalahnya, beberapa hari setelah itu LBH Pers Padang diperiksa oleh Panwaslu, lalu kembali diberitahukan ke media-media yang ada di Padang, dan sama saja, hanya media online yang bergerak, dan media cetak tetap bersikeras tidak memberitakan itu.
penelurusanpun dilakukan, ada apa dengan sicalon dan media cetak? kenapa tidak memuat berita itu, apakah beritanya tidak seksi? atau tidak bernilai berita?, ternyata tidak, penerimaan iklan dan disertai intensitas pemberitaan sicalon dimedia itu telah mengikat daya kritis redaksi di media cetak itu. Independensi redaksi sepertinya mulai menipis, karna (bisa saja) anggapannya ini adalah ladang yang baik untuk meraih iklan. Pemberitaan dan pendidikan demokrasi untuk masyarakat dikesampingkan, biarlah saatnya masyarakat diperkenalkan dengan si calon, terkait yg mengkritik si calon untuk sementara tidak perlu diberitakan, nanti bisa berhenti iklannya (itulah pikiran yang ada dibenak kami LBH Pers Padang).
Untuk men-test independensi media, lagi kami kirimkan rilis ringan terkait dengan "Beban Kerja bagi KAPOLRI BARU" ternyata di media lokal juga tidak dimuat, eeh ada apa ini? semakin menarik saja dunia pers di Kota Padang ini. Lalu kami berceritalah dengan seorang teman yang juga wartawan, si Kawan memberitahu bahwa akibat pelaporan LBH Pers Padang terhadap salah seorang calon, 3 pempred media cetak dipanggil panwaslu, tetapi mereka tidak datang. Lalu apa hubungannya dengan LBH Pers Padang yang mengkritisi media-media itu dengan tidak dimuatnya "sesuatu yg bernilai berita?".
hubungannya, kritik LBH Pers Padang dapat saja mengancam iklan di media-media itu, jadi untuk sementara dan bisa saja sampai ada pergantian dari pimpinan media LBH Pers Padang tidak akan dilirik lagi sebagai salah satu sumber berita, karena telah mengkritik media-media itu.
ya itulah kondisi pers terutama media cetak di Kota Padang, kota yang melahirkan banyak Wartawan Hebat, tetapi medianya tak sanggup menerima kritikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H