Mohon tunggu...
Roni Okto Junaedi M
Roni Okto Junaedi M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM 55523110046 | Program Studi Magister Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mekanisme Perpajakan Pekerjaan Tetap dan Tidak Tetap

9 November 2024   22:14 Diperbarui: 9 November 2024   22:15 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh pegawai, pensiunan dan bukan pegawai diatur dalam pasal 21 dan pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang selanjutnya disebut dengan UU PPh. 

Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan mekanisme pemotongan pajak (withholding tax) untuk mengenakan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri.

 Berdasarkan pasal 21 dan pasal 26 UU PPh, kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan tersebut diberikan kepada pemberi kerja atau pihak yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

Peraturan pajak di Indonesia membedakan pegawai menjadi dua, yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Dalam konteks perjakan Indonesia, pegawai tetap dan pegawai tidak tetap dibedakan berdasarkan sistem perolehan penghasilan yang diterima, apakah secara teratur atau tidak teratur (hanya berdasarkan jumlah hari bekerja, unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja) dan system pelaksanaan kerjanya, apakah bekerja penuh atau hanya berdasarkan permintaan.

Sejak 1 Januari Tahun 2024 terdapat perubahan tata cara pemotongan pajak penghasilan Pasal 21, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi. 

Pokok perbedaan perhitungan PPh Pasal 21 dibandingkan aturan sebelumnya adalah diberlakukannya tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian untuk penghitungan PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Tulisan ini akan membahas contoh perhitungan pajak atas penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap dan pegawai tidak tetap, baik pegawai tersebut berstatus sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri maupun sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.

Prof. Apollo
Prof. Apollo

Pegawai Tetap

Pegawai Tetap adalah Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.[2]

 

Kasus 1:  Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun